Laman

Rabu, 12 Desember 2012

ALWAYS IN MY HEART, YOU WILL

          Plak! “Jangan pernah kamu ganggu hidupku lagi! Sudah cukup kamu bikin aku sakit hati! Aku ga akan pernah mau bertemu kamu lagi, aku ga akan pernah mau bersamamu lagi! You broke your promises!!” Kemudian Vero meninggalkan Lei sambil menangis terisak-isak dan kesal karena merasa dibohongi berkali-kali. Lei seorang playboy dengan paras tampan penuh pesona, sangat mencintai Vero gadis tomboy berambut pendek. Lei telah berjanji kepada Vero bahwa ia tidak akan pernah mengkhianatinya, tapi fakta berkata lain. Vero sudah sangat muak dengan sikapnya yang terus mengumbar janji.vc
            “But I still loving you, I still wanna be with you.” Ucap Lei saat Vero berjalan meninggalkannya, “Whatever! I’ll never want to see you again! Just die, and you can be with me..” Lontar Vero dengan isak tangis. Tiba-tiba saja ‘Jelegar!’ Sebuah dentuman petir yang menyambar bumi, kemudian disusul oleh tetesan air hujan, seakan benar-benar mengakhiri kisah cinta mereka.

            ‘Srlup’ Vero menengguk secangkir teh dan sepotong cheese cake di pagi hari, sembari membaca berita di salah satu surat kabar. “Terjadi kecelakaan lalu lintas di daerah...” Belum sempat membaca satu kalimat, Vero mendapat telepon. “Selamat pagi pak, Oh iya pak. Bisa-bisa pak, hmm.. kita ketemuan di maid cafe saja gimana pak? Oke deh pak, iya pak tiga puluh menit lagi saya sampai lokasi pak. Oke pak, iya terima kasih pak.” Vero menutup telepon dan meninggalkan surat kabar yang sedang ia baca tadi. Veropun bergegas untuk menemui clientnya.
            Enam tahun sudah Vero hidup sendiri sejak patah hati dengan Lei, mantan pacar yang membuatnya enggan untuk menjalin hubungan cinta kembali. Hanya ditemani poppo seekor kucing persia berwarna putih abu-abu yang ia rawat sejak berumur 3 minggu.
            
           “Poppo-chan, aku berangkat dulu ya. Doakan aku mendapat job besar agar kita bisa makan enak!” Ucap Vero kepada Poppo “Miaw..” Jawab Poppo sembari meregangkan tubuhnya. Saat ini Vero adalah seorang freelancer sebagai programer, ia sudah banyak menerima job-job dari berbagai perusahaan yang cukup besar, dan ia tidak pernah memikirkan soal cinta sedikitpun.
           
             “.....Baik pak”
“Oke, deal. Tolong usahakan web ini selesai kurang dari empat bulan ya”, “Baik pak, saya usahakan!” Vero bersemangat. “Tenang, ada bonus jika kamu bisa selesaikan lebih cepat” “Hahaha, Mudahlah itu pak, yang penting bapak lihat dulu hasil kerja saya” “Oke, oke. Hahaha, Senang bekerja sama dengan anda” “Sama-sama pak”
            Veropun pulang dengan sangat bersemangat, dan berniat untuk mengerjakan job yang telah ia dapatkan.
            “Aku pulang!” Ucap Vero “Miaw..” Poppo menyambut kedatangannya. “Ayo kerja, kerja..” Tak peduli walau hari mulai gelap, Vero tetap melanjutkan pekerjaannya.
            Ditemani sebungkus keripik kentang dan satu kaleng vanila latte, Vero serius mengerjakan pekerjaannya.  ‘Wuuuss’ Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang hingga menjatuhkan sebagian kertas yang ditumpuk di samping komputer yang sedang Vero pakai. “Aduuh, acak-acakan deh” Keluh Vero yang merasa terganggu konsentrasinya, kemudian ia turun dari kursinya dan segera memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai. ‘Bruk bruk’ Vero berhasil mengumpulkan dan merapihkan kembali kertas-kertas dokumennya. “Haaaah, ada-ada saja” Saat Vero akan melanjutkan pekerjaannya, ‘Jleb!’ “Damn!” Vero berteriak kesal karena tiba-tiba saja listrik padam. Kemudian angin kembali berhembus sangat kencang menandakan akan turun hujan, Vero segera menutup jendela agar tidak ada lagi angin yang masuk. “Poppo..! Kau dimana?” Vero berteriak sambil berjalan dan meraba-raba benda di sekitarnya. “Lilin dimana sih?! Ugh..” Vero terlihat agak panik karena takut. Kemudian ‘Clas, Blam!!” Sebuah petir memancarkan cahaya dan suara yang sangat menggelegar, “S..siapa itu di pintu?!” Vero semakin ketakutan saat melihat sesosok bayangan di balik jendela rumahnya.
            “Siapa?!” Sosok tadi tidak menjawab, ia hanya terlihat sedang berdiri membelakangi jendela. ‘Clas, Blam!!’ Sekali lagi petir menyambar. Vero memberanikan diri berjalan ke arah bayangan tadi, dan ‘Brak!’ “Gyaaa!!!!” “Diluar tiba-tiba hujan!” ‘Plak!’ Sebuah tamparan mendarat di pipi Genta, teman dekat Vero sejak enam tahun lalu. “...Kenapa kau menamparku?!” Genta terkejut “Aku kaget! Lagian salah sendiri tiba-tiba masuk rumahku tanpa permisi!” Vero berteriak. “Iya iya, maaf..” Genta meminta maaf “Eh, kok rumah-mu gelap, lagi penghematan?” “Ini mati lampu, kesel banget, bantuin cari lilin dong!” Vero kembali masuk ke dalam, “Memangnya kau taruh mana?” Tanya Genta “Di atas kulkas coba cari, atau ga ada di laci meja komputer!” Vero memerintah. Genta yang sudah tidak sungkan lagi masuk dan mencari dimana Vero menyimpan satu kotak lilin.
            Vero terdiam, dan lagi-lagi berhembus angin yang sangat dingin, kali ini ditambah dengan berdirinya bulu roma di tengkuk leher Vero. Vero semakin gelisah dan terlihat semakin ketakutan, seperti ada seseorang berdiri di belakangnya. Tak lama, “Hey!” Genta menepuk pundak Vero dari belakang. “Gyah!” Vero kembali berteriak, “Dari tadi teriak mulu!” “Aku kaget...!” “Nih lilinnya” Genta memberikan satu kotak lilin. “Hey!” Genta kembali mengejutkan Vero yang terlihat sedang memperhatikan sesuatu, “Kau kenapa sih?” “...Eng, engga, engga apa-apa” Vero kembali melihat sosok misterius itu dan kembali merasakan bulu romanya berdiri. Tanpa perintah, Ganta segera menyalakan lilin yang ia pegang. 
            Vero duduk di ruang tamu bersama Genta yang sedang asik bercanda dengan Poppo. “Gen, kau merasa ada yang aneh ga sih?” Vero mulai tidak nyaman, “Aneh? Engga tuh. Kenapa memangnya?” Genta berbalik tanya, “Engga apa-apa, dari tadi kayak ada yang ngikutin aku, dari tadi aku merinding” Jelas Vero. “Karena parno aja kali itu mah” Genta menyangkal. Vero terdiam, ia masih merasakan ada sesuatu yang berbeda. “Kayaknya tadi aku ga dari kuburan atau tempat-tempat angker deh” Vero membicarakannya lagi, “Udah, kau kan emang suka kayak gitu. Parno tiba-tiba” Genta tetap menyangkal, “Btw, aku harus nemenin kau sampai kapan nih?” Lanjut Ganta. “Sampai listriknya hidup” Jawab Vero singkat. 
            “Oh iya, kau ga cari pacar gitu? Calon suami? Teman hidup?” Tanya Genta, “Aku sudah punya teman hidup”, “Serius? Siapa? Kok ga dikenalin ke aku?!” “Kau udah kenal kok, lagi main bareng malah” Ucap Vero sedikit dingin, “.....Maksudmu Poppo?! Kucing ini?!” Genta mengangkat-angkat Poppo, Vero hanya mengangguk sambil melipat kakinya keatas sofa. “Aduh, Veroca! Usiamu sudah 25 tahun, kau tidak bisa hidup sendirian seperti ini terus!” “....Tapi kenyataannya aku bisa” “Memangnya kau tidak mau menikah? Memangnya kau tidak mau punya keturunan hah?! Untuk apa sih kau menyiksa diri seperti ini?!” Genta memarahi Vero, “Aku ga menyiksa diriku kok” Vero sinis. “Lalu, ini apa? Aku tanya sekarang kenapa kau ga mau untuk cari pacar atau apapunlah itu, kenapa?” “.....” Vero bungkam. “Aku tau, pasti karena Lei kan?!” Genta kesal, Vero masih membungkam dirinya. “Aku masih takut dikhianati” “....Cuma karena itu? Ayolah Ver, kapan kau mau move on?! Ini sudah enam tahun loh, jangan terus hidup di masa lalu..” Disaat Genta sedang menceramahi Vero, tiba-tiba saja listrik kembali hidup. “Ah! Listriknya sudah hidup, waktunya kau pulang! Tidak baik seorang laki-laki berada di rumah seorang perempuan sampai larut malam!” Vero menarik tangan Genta dan menyuruhnya untuk keluar. “...T..tapi diluar masih hujan!” Ganta menahan dirinya untuk tidak keluar, “Ini aku pinjamkan payung, sudah sana pulang, hati-hati di jalan Genta! Bye bye!” Ucap Vero sambil tersenyum dan menutup pintu. ‘Brak!’ 
“Fuuuuh, selalu saja membahas masalah itu..” Vero menghela nafas. “Miaaw..” Poppo seakan tidak ingin melihat Vero bersedih. “Haaah, Poppo-chan, hanya kamu yang tidak akan mengkhianatiku” Vero berjalan menuju meja kerja-nya dan kembali menghidupkan komputer. “Aku jadi ga semangat melanjutkan pekerjaanku” Vero hanya menatap monitor dengan tatapan kosong dan memainkan sebuah lagu di komputernya.

If you try to fly
I will catch you if you fall
I wouldn’t let you go
Could I hold your hand
So we could fly together
Somewhere
Just me and you
We’d be floating by
The sea together way up high
What’s it really like?
And our time will past
And we will be together
But our paths may change and
We could be together no more
Better say goodbye

That when the skies begin to cloud
About that moment
When the sun comes out and
You’ll know the meaning
Cause I’ll be there right by your side
And when the star lit sky
Begins to shine
Oh, like it’s never shined before...
You know I miss you

Monkey Majik-I miss you

“Sudah enam tahun aku tidak pernah mendengar lagu ini lagi” Vero terdiam menikmati alunan lagu, sampai akhirnya ia tertidur di depan meja kerjanya. Tiga puluh menit terlewat, tiba-tiba saja tumpukan buku di meja kerja Vero berjatuhan tanpa sebab. “Haah?!” Veropun terbangun karenanya. “....Kok bisa jatuh?” Vero tercengang melihat meja kerjanya berantakan. Vero kembali terlihat ketakutan, jam menunjukkan pukul 01.45. Tak lama kemudian Poppo berlari menghampiri Vero dengan bulu-bulunya yang berdiri. “Poppo, kamu kenapa? Kok kamu ketakutan?” Poppo langsung loncat ke pangkuan Vero. Vero terlihat semakin panik, terlebih saat ia kembali merasakan hawa dingin yang sangat aneh dan bulu roma berdiri. “...P..Poppo...G..Genta..” Vero tidak sanggup berkata-kata saat ia melihat sosok bayangan hitam menyerupai laki-laki bertubuh tinggi di sebrang meja kerjanya. Lagu yang sedang ia putarpun terdengar sangat jelas,  semakin jelas seiring dengan semakin dekatnya sosok bayangan tadi. Vero terpaku tak bisa memalingkan pandangan, berbicara, bahkan menggerakkan tubuhnya ia tak mampu. Seperti ada yang menahannya. Disaat  bayangan tadi semakin dekat dan semakin jelas, tiba-tiba saja ‘Pluk’ surat kabar yang belum sempat ia baca tadi pagi terjatuh tepat di depan Vero. Tanpa berpikir panjang, Vero segera mengambil dan membaca halaman yang terbuka. “...Te..terjadi kecelakaan lalu lintas, di jalan xxx. S..seorang laki-laki berusia dua puluh empat tahun b..bernama.... L..Leiser...” Vero tercengang dan terhenti sejenak. “.....T..tertabrak sebuah mini bus, di duga mini bus mengalami rem, blong.....” Vero tak percaya dengan apa yang ia baca, tiba-tiba saja ia meneteskan air mata. 
“Kau tau, melakukan semua ini sangat menguras tenagaku” Sosok bayangan tadi memperjelas bentuknya dan berdiri tepat di depan Vero. “Hah?! ...L..Le..i....” Vero sangat terkejut saat melihat sosok bayangan tadi dan veropun pingsan.
Entah Vero pingsan atau ia langsung tertidur, karena hari telah berganti. “..uh, kepalaku..” Vero terbangun diantara buku dan kertas yang berserakan. “Hidupmu berantakan sekali..” Ucap Lei, “.....!” Vero sangat terkejut “Jangan pingsan lagi!” Teriak Lei. “K..kau kenapa kau ada disini?! Dari mana kau tau rumahku?!” Vero berniat untuk mendorong tubuh Lei tapi yang terjadi adalah ia menembus tubuh Lei begitu saja. “......” Vero semakin bingung, “K...kau.. apa maksud dari semua ini?! Kau mau mengerjaiku ya?!”, “Kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?” Vero hanya menggelengkan kepalanya, “Aku hanya ingat aku mimpi buruk, aku mimpi aku baca koran dan aku mendapat kabar kalau kau kecelakaan dan....meninggal” Suara Vero semakin mengecil seakan enggan untuk bercerita. “...Dari dulu bodohmu tak pernah hilang” Ucap Lei, “Kau benar-benar tidak berubah..” Lanjutnya, “Maksudmu...” “Sstt, Sekarang kau ambil koran di sampingmu, baca dengan seksama” Perintah Lei, “Untuk apa aku mengikuti perintahmu?!” “Cepat lakukan!” Lei sedikit membentak, kemudian Vero mengerjakannya, ia ambil surat kabar yang tergeletak tepat di sampingnya. “Terjadi kecelakaan lalu lintas, di jalan xxx. Seorang laki-laki berusia dua puluh empat tahun bernama.... L..Leiser....” Kemudian Vero enggan untuk melanjutkannya, pelan-pelan ia menatap sosok Lei di depannya. 
“..L..Le..i..” Vero sangat shock dan terkejut, Lei menatap Vero dengan senyum lembutnya. “Lei, kau....” “Ssstt.. Sekarang kau sentuh tanganku” Lei mengangkat tangan kanannya. Tak banyak bicara, Vero segera menyentuhnya, tapi apa yang terjadi? Vero hanya merasakan hawa dingin saat ia menembus tangan Lei. “..Lei” Vero tercengang, “Sepertinya, aku harus menebus dosaku dulu baru arwahku diterima” Ucap Lei sambil tertawa kecil. Vero menitikan air matanya, “Aku harus kerumahmu!” Vero bergegas menuju pintu keluar, tiba-tiba saja ‘Brak! Brak! Brak!’ seluruh pintu keluar dan jendela rumah Vero tertutup. “Apa yang kau lakukan?!” Vero berteriak pada Lei, “Kau ga perlu ke rumahku” Jawab Lei dingin. “Aku ingin melihat jasadmu! Aku ingin bertemu denganmu!” “Ga perlu, aku ga mau kau melihat  tubuhku yang tak bernyawa” “Kenapa? Aku ingin bertemu denganmu, tubuhmu! Aku ingin memelukmu!” Ucap Vero sambil menahan tangis. “...Aku tidak mau kau menyadari bahwa aku sudah meninggal” Ucap Lei dengan nada rendah, Vero tak kuasa menahan rasa sedihnya. Veropun menangis di depan arwah Lei, “Maafkan aku Vero...” Ucap Lei. Vero menangis terisak-isak, “...A..hiks..Aku i..ingin m..memelukmu...” Ucap Vero terbata-bata. 
“Tapi setidaknya, aku bisa terus bersamamu sekarang” Lei berusaha menenangkan Vero. “...Dan kau tau, untuk menggerakkan benda-benda di sekitarku itu memakan banyak energi, jadi jangan kau paksa aku lagi untuk melakukannya, itu sangat melelahkan” Keluh Lei dengan gaya parlentenya, “Kau juga tak berubah” Ucap Vero yang sudah sedikit lebih tenang. “Hah?” “Kau selalu memikirkan diri sendiri” Vero tersenyum, “Huh?” Lei membalasnya dengan senyum kecil. “Sekarang kau membuatku untuk ingin memelukmu” Lanjut Lei, “Peluk saja..” Ledek vero, “Aku tidak bisa!!” “Kalau begitu belajarlah untuk bisa menyentuh manusia” Ucap Vero sambil beranjak dari tempatnya. “...Kau benar juga, atau aku menyusup saja pada tubuh orang lain” 
Tak lama, ‘Tok, tok, tok, krek’ Seseorang memasuki rumah Vero. “Hoi Vero, kau sudah bangun?” Genta menabrak arwah Lei, “...Kok tadi agak dingin yah?” Lanjut Genta. “..Le..i.. Eh, Genta? Lagi-lagi kau masuk rumahku tanpa permisi!!” Vero kesal, “..Kau kenapa?” Tanya Vero yang melihat Genta bingung, “Ah? Gapapa, aneh aja tadi aku lewat situ dan hawanya beda aja, dingin banget” Jelas Genta. “....” Vero terdiam, ia tidak bisa berkata bahwa ada arwah Lei di sana. “Dia ini siapa?” Tanya Lei, “...Genta” Vero menjawab pertanyaan Lei, tetapi justru dijawab oleh Genta yang mengira Vero sedang memanggilnya. “Iya? Kenapa? Kau butuh bantuan?” Tanya Genta, “Ah engga..” Vero berjalan ke arah dapur. “Dia itu siapanya kau?” Lei kembali bertanya, “...Pacarku” Jawab Vero sembarangan. “Akan kubunuh dia..” Lei menggerakkan beberapa pisau yang tertata rapi di dapur. “Eh! Bukan, bukan! Dia hanya temanku, sahabatku!” “....” Lei terdiam, “Aku serius, dia itu hanya sahabatku. Tadi itu aku hanya ingin meledekmu” Kemudian ‘Prang’ pisau-pisau tadi terjatuh di lantai. “Gya! Kaki-ku hampir tertancap pisau!” Vero berteriak. “Salahmu..” Kemudian Lei pergi meninggalkan Vero. “Vero kau kenapa?!” Genta datang tergesa-gesa karena mandengar Vero berteriak. “...Engga, aku ga kenapa-kenapa kok. Cuma peralatan masak pada jatuh” Vero merapikan kembali pisau-pisau yang bertebaran. “Kenapa bisa jatuh semua kayak gini sih? Kau hati-hati makanya” Ucap Genta khawatir. “...Aku juga ga tau kenapa bisa jatuh kayak gini” Jawab Vero dengan suara kecil. 
Setelah semua tersusun rapi, Vero bergegas menyalakan komputernya berniat untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda beberapa saat. “Ver, kau belum sarapan yah?” Tanya Genta, “Belum, nanti aja lah gampang” Jawab Vero, “Ga bisa gitu! Kau harus makan dan minum obat kan, kalau kau pingsan-pingsan lagi kan aku yang repot” Genta kembali menceramahi Vero, “Hmm..” Vero menganggap sepele ucapan Genta. “Kau sakit?” Tanya Lei yang tiba-tiba muncul di samping Vero. Karena takut terlihat aneh, Vero mengambil sebuah kertas dan menuliskan jawabannya.
‘Iya, kenapa?’
“Kau sakit apa?”
‘Cuma anemia’
“Yakin? Kelihatannya penyakit serius, sampai-sampai temanmu itu sangat khawatir”
‘Memangnya kau peduli?! Sudahlah, aku mau bekerja. Jangan ganggu aku!’
Setelah itu sosok Lei menghilang entah kemana dan Vero fokus pada pekerjaannya. 
Genta, teman dekat Vero sejak enam tahun lalu memang selalu memberi perhatian lebih padanya. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantornya, Genta selalu menyempatkan diri untuk mampir dan melihat keadaan Vero yang tinggal sendiri, ia menganggap Vero seperti adik kandungnya, walaupun wajah dan sikap Vero sangat mirip dengan kekasih Genta yang meninggal karena penyakit kanker.
Tak terasa hari menjelang malam, ‘Kruuu~k’ terdengar suara perut Vero yang keroncongan. “Baru inget, aku belum makan dari siang” Keluh Vero sambil menuntaskan pekerjaannya. Kemudian Vero merapikan dokumen-dokumennya serta mematikan komputernya. “Poppo! Kau belum makan juga yah dari siang?” Ucap Vero sambil berjalan ke arah dapur, ‘Miiaaw..” Jawab Poppo sambil menggelayuti kaki Vero untuk meminta makan. “Maafkan aku Poppo..” Vero mengambil satu kaleng ikan tuna untuk Poppo, “Makan yang banyak yah Poppo-chan!” Lanjutnya. Tiba-tiba saja ‘Wuuuussss!’ Vero merasakan hawa yang sangat dingin melewati tubuhnya. “Aaaarrgh! Kenapa begitu susah untuk menyentuh manusia?! Kupikir menjadi Hantu itu sangat mudah!” Teriak Lei kesal, “.....” Vero menatap aneh kepada Lei. “Apa?!” “Kau sedang apa?” Tanya Vero yang masih memegang kaleng ikan tuna. “Bagaimanapun aku ingin menyentuhmu!” “.....” Vero terdiam, “...Kalau begitu ayo kita latihan! Aku akan membantumu” Ajak Vero, “Kau saja sibuk dengan pekerjaanmu, bagaimana kau bisa membantuku!” Lei masih kesal dengan kegagalannya. “Hmm, begini saja, bagaimana kalau sudah menjelang malam aku akan meluangkan waktuku untuk membantumu latihan? Lagi pula, saat malam energimu jauh lebih kuat kan?” “....Sepertinya, oke deal” “Yasudah”, Vero meninggalkan Lei. “....Ini sudah menjelang malam” “Aku mau cari makan dulu!” Ucap Vero ketus sambil berjalan keluar rumah. 
Saat Vero berjalan menuju restoran cepat saji, Lei kembali menampakkan dirinya secara tiba-tiba. “Kau selalu membuatku kaget!” Bisik Vero agar suaranya tidak terdengar orang lain, “Kenapa kau mengikutiku? Kenapa bukan orang lain saja atau arwahmu langsung saja menuju akhirat?!” Vero terlihat sangat ketus, “Kau sendiri yang bilang, kalau aku mati aku boleh bersamamu” “....” Vero terdiam, “Lagi pula, sepertinya ada yang sesuatu yang mengganjal, jadi arwahku masih bergentayangan” “....Mungkin karena aku belum memaafkanmu” Vero mempercepat langkahnya dan meninggalkan Lei.
“Aku kenyaaang!” Vero berteriak sambil duduk di sebuah bangku taman dekat rumahnya. “Lei! Ayo kita latihan!” ‘Wusss’ Tiba-tiba saja Lei muncul tepat di samping Vero, “Kita mulai dari mana?” Tanya Lei. “Hmm, kau sudah bisa menggerakkan benda-benda di sekitarmu?” Tanya Vero, “Sudah” jawab Lei singkat. “Hmmm...” vero berfikir keras, “...Menyentuh benda-benda di sekitarmu?” “Kurasa, belum” “Kalau begitu kau harus bisa, paling tidak sebelum kau bisa bisa menyentuh manusia kau harus bisa menyentuh benda mati dulu” “Tapi untuk apa jika aku bisa menggerakkannya dari jauh?” “...Mungkin itu tahap untuk bisa menyentuh manusia” Jawab Vero, “Akh, merepotkan” Lei bergumam, dan ia segera berlatih tahap yang disarankan oleh Vero. Sepanjang malam Vero menemani Lei berlatih untuk bisa menyentuh benda-benda di sekitarnya, sampai Vero tertidur pulas di bangku taman.
“...O..Ouuch, badanku sakit semua..” Tiba-tiba saja ‘Puk’ “Ouch!” Sebuah batu kecil membentur punggung Vero. “Bagaimana dengan itu?” Ucap Lei sambil melempar kembali batu-batu kecil ke arah Vero. “....Kau sudah bisa?!” Vero terlihat senang, “Dan kau tidur meninggalkanku sendirian tadi malam!” Ucap Lei sedikit kecewa. “...Maaf, aku sangat lelah dan sekarang badanku sakit semua” “Salahmu! Kau harus berbuat sesuatu untuk kesalahanmu” Lei kesal, “Kenapa aku harus berbuat sesuatu untuk kesalahanku sedangkan kau tidak?!” Spontan Vero melontarkan kata-kata itu. “.....” Lei terdiam, “...Maaf, oke kau mau aku melakukan apa?” “Buka semua pakaianmu disini” “Haaaaah?!” “Hahaha, tidak. Aku hanya bercanda, nikmatilah hidupmu, jangan terlalu serius” “Lagian, kau ngomongnya serius begitu!” “Hmm, aku ingin kau meluangkan waktu satu hari full untukku. Ajak aku pergi ke suatu tempat” “...Seperti sebuah kencan?” Vero bertanya, “Uhum..” Lei menganggukkan kepalanya. “Bagaimana bisa aku kencan dengan arwah” “Lalu?” “...Kenapa kau tak berlatih untuk menyusup ke tubuh orang lain?” Vero memberi saran, dan sadar bahwa sarannya sangat tidak bagus “...Tapi kurasa itu tidak...” “Ide yang bagus! Mungkin aku bisa pinjam tubuh teman cowokmu itu” “Argh!” Vero menepuk keningnya sendiri dan menyesal karena menyarankan hal yang cukup buruk. “K..Kau tidak bisa melakukan itu!” “Kenapa tidak?” Kemudian Lei menghilang entah kemana. “Akh! Damn!”
  Sangat lelah Vero semalaman berada di luar rumah, ia pun kembali untuk beristirahat dan mengerjakan pekerjaannya. Baru saja ia membuka pintu gerbang, ia sudah disambut oleh omelan Genta “Kau dari mana saja semalam?” Tanya Ganta dengan nada kesal. “Aku... (tidak mungkin aku mengatakan kalau aku menemani Lei)” Vero bergumam di dalam hati, “...Aku ketiduran di taman” “Ketiduran?” “I..iya” “Mana mungkin bisa?!” “...Memang begitu kok” “Kau jangan bohong!” Genta membentak Vero. Vero terdiam, ia sangat tidak suka diperlakukan seperti itu. “Kepalaku pusing, aku mau istirahat” Vero kemudian masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Genta sendirian.
Dua hari sudah Vero dan Genta tidak berkomunikasi, Arwah Lei yang penasaranpun sama sekali tak tampak. Dalam dua hari itu pun, Vero dapat mengerjakan pekerjaannya dengan maksimal.  
Terlihat sangat serius Vero di depan komputer kesayangannya, tiba-tiba datang Lei mengacaukan suasana yang sangat tenang tadi. “Hey! Dimana temanmu?” Tanya Lei, “Siapa? Genta ?” “Siapa lagi?” “Entahlah” Belakangan ini Vero sangat mudah lelah dan tidak memiliki mood yang cukup bagus untuk berbicara pada siapapun. “Kau kenapa sih?” Lei heran, “Gapapa” Jawab Vero singkat, “Kau pasti kenapa-napa” “Aku bilang, aku gapapa!” Vero kesal. Tak lama ‘Tok tok tok, tok tok tok’ “Arrgh, siapa sih?!” Akhirnya Vero beranjak dari tempat duduknya, dan membuka pintu. “Tumben kau ketok pintu” Ucap Vero, “Aku mau minta maaf” Genta mengutarakan maksud kedatangannya, “Untuk apa?” Tanya Vero singkat. “Karena aku membentakmu dua hari yang lalu” Kemudian Genta memberikan satu kotak coklat kesukaan Vero. “Kau mau menyuapku?” Vero masih bersikap dingin, “Iya” “Ini kurang banyak! Belikan aku Vanilla Latte ice!” Ucap Vero dengan wajah serius, “Kau mau merampokku hah?!!” Kemudian Vero diam, “...Oke oke, akan aku belikan!” Genta segera meninggalkan Vero yang terdiam. Sepuluh menit kemudian Genta kembali dan membawa segelas Vanilla Latte ice kesukaan Vero. “Kau kumaafkan!” Ucap Vero sambil tersenyum dan merebut Vanilla Latte ice dan sekotak coklat di tangan Genta. “Kau ini..” Genta sama sekali tidak heran dengan sikap Vero yang seperti anak kecil itu. 
“Bagaimana pekerjaanmu?” Tanya Genta sambil duduk dan menyalakan televisi. “Belum selesai, masih banyak yang harus dikerjakan” “Kau jangan lupa istirahat Ver” Genta mengingatkan, “Uhm..” Vero berdehem sambil meminum segelas Vanilla Latte ice. “Oh iya, besok waktunya kau check up ke dokter” Ucap Genta, “Pekerjaanku masih banyak, aku gamau ke rumah sakit besok” “Ayolah! Kau harus peduli dengan tubuhmu!” Genta berusaha membujuk Vero. “Besok aku ga bisa” Jawab Vero singkat, “Lalu, kapan kau bisa?” “Entahlah” Vero kembali duduk di meja kerjanya.

Genta yang sejak tadi duduk di sofa dan menonton acara di televisi, tiba-tiba merasa tidak enak badan. “Tubuhku, kenapa terasa berat ya? Sepertinya aku kurang enak badan” “Kau pulang sana, istirahat!” Perintah Vero, “Pundakku rasanya berat” Keluh Genta. Vero merasa ada yang aneh, “Sepertinya aku harus pulang, kepalaku tiba-tiba sakit”, “Ini pasti ulah Lei” Vero bergumam. “Kenapa Ver?” “Engga, gapapa...” Tiba-tiba saja sosok arwah Lei berdiri di belakang tubuh Genta sambil tersenyum licik. Sontak Vero terbelalak melihat Lei yang berusaha memasuki tubuh Genta, “G..Gen, lebih baik kau pulang saja istirahat di rumah yah” “Iya..” Wajah Genta seketika berubah menjadi pucat. “Lei, kau tidak bisa melakukan ini pada Genta!” Ucap Vero dalam hati, “Kenapa tidak?” Lei menjawab, 
“Aku bilang jangan!”
“Kenapa?”
“Pokoknya jangan!”
“Kau payah, padahal sedikit lagi”
“Aku tidak peduli, pokoknya jangan!”
“Tidak hari ini, mungkin besok”
            Kemudian Lei mengurungkan niatnya untuk memasuki tubuh Genta, “Aku... pulang dulu ya” Ucap Genta yang terlihat lesu, “Iya, hati-hati. Mau ku antar?” “Kau tidak perlu mengantarnya!” Sahut Lei, Vero tidak menghiraukan ucapan Lei. “Tidak usah, aku bisa sendiri kok. Sepertinya ini efek makanan yang tadi pagi aku makan” Genta berjalan pelan-pelan keluar dari rumah Vero. Memastikan bahwa sudah tidak ada siapapun, Vero membalikkan tubuh menghadap Lei. “Kau mau apakan temanku tadi hah?!” Vero membentak.

 “Hanya ingin meminjam tubuhnya”
“Untuk apa?!” Vero kesal “....Kau sudah membuatnya sakit sekarang!”
“Aku tak peduli, aku hanya ingin kencan denganmu. Kenapa kau tidak pernah mau mengerti sih kalau aku sangat ingin bersamamu hah?!”
“....”
“Ah, sudahlah. Lagi pula aku juga tidak ingin ke tempatmu setelah mati, aku tau kau tidak akan memberiku kesempatan”
“....Lei”

Kemudian Lei kembali menghilang entah kemana. “Lei! Jangan pergi dulu! Lei!!!” Vero berteriak, “Oh, ayolah! ....Oke oke, kau boleh pinjam tubuh Genta, tapi kau jangan membuatnya merasakan sakit” Vero memberikan penawaran. “Deal!” Tiba-tiba Genta berdiri tepat di depan Vero, “...Tapi kau tidak boleh membuatnya merasa sakit!” “O..Okay, tapi aku tidak janji” “Kau! Pokoknya kau tidak boleh membuatnya merasa sakit!” Lei kemudian pergi dan menghilang. “Semoga keputusanku tidak salah” Ucap Vero khawatir.

Selang beberapa hari, tak ada tanda-tanda kedatangan Lei ataupun Genta. Bukannya tenang karena tidak ada yang mengganggu, Vero justru khawatir sesuatu terjadi pada keduanya. “Mereka kemana, seminggu ini ga ada kabar..” Vero gelisah, “Miaaw” Poppo naik ke pangkuan Vero. “Poppo, kau ga liat Lei?” Vero bertanya pada Poppo kucingnya, “Miaaw...” Poppo menjawab. “Apa aku harus ke rumah Genta untuk memastikan?” Vero bertanya pada dirinya sendiri. Selama sepuluh menit Vero meyakinkan diri untuk beranjak, “Oke aku ke rumah Genta!” Vero bergegas ganti baju dan berangkat ke rumah Genta.
Disaat Vero akan menaiki bus menuju rumah Genta, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan Genta yang akan turun dari bus. “Hey! Kau mau kemana?” Genta menepuk pundak Vero, “Eh, Genta? Aku... Aku baru saja mau ke rumahmu” “Tumben, ada apa?” “...Seminggu ini kau kemana saja?” Vero mengurungkan niatnya untuk menaiki bus tadi. “Oh, aku banyak pekerjaan, kenapa? Kau kangen yah?” Genta menggoda Vero, “Ngaco! Ya engga lah!” Vero mengelak. “Eh kau sudah sarapan?” Tanya Genta, “Belum” “Kalau gitu ayo kita cari makanan” “Kalau nyari sih, ga ada yang buang” “Kau ini..” Genta berjalan mendahului Vero.
Sesampainya mereka di sebuah restoran cepat saji, “Kau sering makan di sini ya ?” Tanya Genta, “Begitulah” Jawab Vero singkat sambil menyantap double beefburgernya. “Not bad, tapi kau tidak boleh sering-sering makan junk food seperti ini” “....Jangan menceramahiku sekarang, aku sedang menikmati makananku” Celetuk Vero sebelum Genta menceramahinya. “Hei, kapan-kapan kita jalan-jalan yuk!” Ajak Genta, “Boleh saja, kalau pekerjaanku sudah selesai ya!” Vero menyetujuinya.
Mereka menghabiskan waktu hari itu bersama-sama, terlihat seperti sepasang adik kakak yang sangat akrab. Tak terasa hari menjelang malam, Genta memutuskan untuk pulang. “Kau ga mau mampir dulu?” Tanya Vero “Kayaknya aku pulang saja deh, kerjaanku masih banyak soalnya, besok harus berangkat pagi-pagi” Jelas Genta. “..Uh, okay” “Bye, makasih sudah menemaniku hari ini yah!” Genta mengusap kepala Vero, “Uhm!” Vero berdehem.
“Ada yang aneh dengan Genta...” Vero semakin khawatir, “...Semoga itu hanya perasaanku saja” Lanjutnya.
Keesokan sorenya, seperti biasa Vero duduk manis di depan komputer kesayangannya sambil ditemani sekantung keripik kentang dan sekaleng Latte. “Huaaaaah!! Lelahnya, aku harus mengistirahatkan mataku..” Vero kemudian segera beranjak dari kursinya, baru saja berdiri tiba-tiba ‘Tok tok tok’ “Sebentar!” Vero berjalan menuju pintu masuk, ‘Tok tok tok’ “Iya, iya sebentar!” Vero bergegas membuka pintu. “Oh, ternyata kau Gen.. Masuk!”
“Tadi kau panggil aku siapa?” Logat bicara Genta tiba-tiba saja berubah, tidak seperti biasanya. “G..genta..?” “Kau pikir aku siapa hah?” “......” Vero sedikit kebingungan, “Kau kenapa sih?!” “Kau masih menganggap aku ini temanmu itu?” Genta kesal, “Kau memang temanku kan? Memangya apa lagi..? Kau ini kenapa sih, aneh banget!” Vero terpancing emosi. “....” Tanpa banyak bicara, Genta mendorong tubuh Vero hingga terbaring di sofa. “Gen! Kau, apa-apaan sih!” Vero berusaha untuk bangkit, tapi tiba-tiba saja Genta menahan tubuh Vero, menggenggam kedua tangannya dan berniat menciumnya. “Genta!!!” Vero berteriak, “Jadi kau masih berpikir kalau aku ini Genta?” “....L..Lei?” Akhirnya Vero menyadari bahwa didalam tubuh Genta sahabatnya adalah bukan Genta. “Kau itu, bodohnya kenapa ga pernah hilang sih?!” “Mana aku tau kalau kau Lei, ini kan tubuh Genta!” “......” Lei terdiam “Iya juga yah..” Lanjutnya, “Posisi kita sudah seperti ini, bagaimana kalau kita lanjutkan?” Lei yang berada di dalam tubuh Genta berusaha untuk mencium Vero, kemudian ‘Plak!’ Sebuah tamparan mendarat di pipi Lei. “Kau jangan seenaknya!” “Apa yang bisa kau perbuat?” “Lepasin!” Vero kesal, Vero menatap sinis Lei. Kemudian Lei segera melepaskan tangannya, “Aku bahkan belum memaafkan kesalahanmu yang dulu” Ucap Vero dengan nada kecil.
“Yah, terserah. Sekarang ayo tepati janjimu! Kau tau, satu minggu terakhir ini aku susah payah untuk bisa keluar masuk ke dalam tubuh ini” Lei menagih janji Vero untuk berkencan dengannya. “Jadi satu minggu kemarin kau berada di rumah Genta?” “Begitulah.. Sudah, ayo ajak aku ke suatu tempat!” Genta tidak sabar, “Aku lelah..” Keluh Vero. “Aku tidak peduli, siapa suruh kau tidak jaga kondisimu” “Jahat!” “Memang aku jahat, kau tau sejak dulu kan?” “Aaaaarrrgh!” Kemudian dengan sedikit terpaksa Vero bersiap-siap untuk berkencan dengan Lei. 
Jam menunjukkan pukul 17.30, “Ayo aku sudah siap..” Ucap Vero yang mengenakan rok lipit selutut. “...Tumben kau” Lei terheran dengan penampilan Vero yang feminim. “Bagaimanapun ini kan kencan! Sudahlah, ayo kita berangkat!” Vero menarik tangan Lei. “Kau terlihat cantik” Ucap Lei, “Berisik!” Vero terlihat malu. “....Dan wajahmu merah” “Berisiik! Itu Busnya sudah mau datang” Vero terlihat sangat salah tingkah. 
Merekapun menaiki bus menuju Taman Bermain. Selama di dalam bus, Vero terdiam karena sangat canggung. Sudah sangat lama ia tidak seperti ini lagi dengan Lei, terlebih lagi Lei meminjam tubuh Genta sahabatnya. Vero jadi merasa kalau ia sedang berkencan dengan dua orang sekaligus.
Selama perjalanan Vero memutar otak untuk mencairkan suasana, ia mengeluarkan MP3 player dan headsetnya. Tanpa banyak bicara Vero memasang salah satu headset ke telinga kiri Lei, dan memasang headset lainnya ke telinganya sendiri. “Dengerin lagu ini!” Vero memainkan lagu favoritnya, dan sepertinya inilah yang ia rasakan saat ini terhadap Lei.
It's a beautiful world
Sora ni tabi ni de you
(Let’s fly away into the sky)
You know it feels right
Yabureta chizute ni shite
(With a worn out map as our guide)
Tomatta sekai ugokasu... kotae
(Tryin' to move a world that's stopped we're searching for...the answer)

Tsuki no youni
(Looking like the moon)
Tsumetakute kanashii
(Cold and sad's as it seems to be)
Fusagi konda, won't you come and shine on me
(Feeling down and out, won't you come and shine on me)
Kimi to iu na no hikari
(You're the perfect light of my life)
Mabushiku
(Shining brightly)

Loving you forever
Utsukushiku kagayaku
(Shine so beautiful and brightly)
I've got you, you've got me
Yorisotte
(Holding each other)
Sono hoshi no hate made
(From the world's end to another)
Doko made mo together
(No matter where we go together)
Yasashiku aoku
(Tenderly into the blue)
Monkey Majik – Forever

                Sesampainya mereka di  taman bermain, “Jadi, kau mengajakku ke tempat seperti ini?” Lei sedikit kecewa. “Ayolah, hanya tempat ini yang buka sepanjam malam” Vero membela diri “Lagi pula tempat ini bagus untuk kencan, hehehe. Jadi kita mau naik wahana apa dulu?” Vero terlihat sangat bahagia. “Bagaimana kalau Roller Coaster?” Lei langsung menarik tangan Vero, “....Bisakah kita pemanasan terlebih dahulu?” Vero sedikit ngeri.

                “Kyaaaa, Gyaaaaa” Tidak hanya Vero dan Lei berteriak-teriak, suasana di taman bermain itu sangat ceria dan menyenangkan. Vero sangat menikmati waktunya bersama Lei, mantan pacar yang takkan pernah termaafkan olehnya.

                “Aku lapar, bagaimana kalau kita makan dulu?” Ajak Lei, “Aku juga lapar, mau makan apa?”, “Terserah kau saja”, “Bagaimana kalau Hotdog saja?” “Yasudah..” Lei menggandeng tangan Vero dan berjalan bersama-sama menuju stand Hotdog. “Lei, setelah makan nanti kita naik ferris wheel yuk” Ajak Vero, “Boleh saja” Lei menyetujuinya “Kau terlihat seperti cewek normal kalau seperti itu” Lanjutnya,” memangnya selama ini aku tidak normal?!” “Memang begitu kan? Hahahaha...” Vero kembali menikmati hotdog ditangannya.

                Setelah kenyang dengan hotdog ukuran jumbo dan segelas lemonade, sesuai rencana mereka berdua segera menuju wahana ferris wheel. Beruntung, wahana itu tidak begitu dipadati oleh pengunjung, jadi Lei dan Vero bisa dengan segera menaiki wahana tersebut. “Kau tau, sebenarnya aku paling takut naik wahana ini” Ucap Vero saat sudah menaiki wahana ferris wheel. “Terus, kenapa kau mengajakku untuk naik wahana ini?” “...Karna aku mau” Jawab Vero singkat. Tampaknya Vero sudah terbiasa dengan Lei yang berada di dalam tubuh Genta sahabatnya.

                Berputar dengan pelan, sekarang posisi Lei dan Vero sedang menuju puncak ferris wheel. “Seluruh kota terlihat dari sini!” Vero berteriak sangat heboh, “Kau seperti anak kecil” “Tapi ini keren!” Vero terkagum-kagum melihat pemandangan kota di malam hari yang begitu indah. “Vero..” Panggil Lei, “Iya?” “Sini duduk di dekatku” Perintah Lei, dan Vero menurutinya. “Ada apa?” Tanya Vero yang sudah duduk di samping Lei, “Terima kasih untuk hari ini” “..Eh? Aku, hanya menepati janjiku” “Yaah, aku tau. Kau selalu menepati janjimu.. Maafkan kesalahanku ya?” Kemudian Lei memeluk tubuh Vero, “...Le..i..” “Love you” Ucap Lei “Can I.... kiss you?” Lanjutnya, “...Uh, kau berada dalam tubuh Gen...”, “Just close your eyes and think that I’m a me, Lei, not Genta your friend” Lei menatap wajah Vero dalam-dalam. Vero berpikir sejenak, “Uh.. I.. dun’t know, Lei I..”, “..Please?” Lei memohon. Lei menatap wajah Vero penuh pengharapan “Sudah lama aku tidak merasakan perasaan ini”, “Kau pasti sering..”, “Ssst..” Lei memotong pembicaraan Vero “Just close your eyes, okay?” Vero terdiam sejenak  dan menutup kedua matanya perlahan. Tanpa berpikir panjang, Lei segera mencium bibir Vero dalam-dalam.

                Hari semakin larut, jam menunjukkan pukul 23.30. Vero dan Lei pun memutuskan untuk pulang ke rumah. “Ah, aku lelah..” Teriak Vero sambil berjalan di depan Lei. “Aku juga, tubuhku sakit semua” Lei ikut mengeluh, “Itu tubuh Genta, bukan tubuhmu!” Vero mengingatkan. “Terserah...”, “Kau ngapain ikut denganku?” Tanya Vero saat hampir sampai di rumahnya. “Aku memang tinggal bersamamu kan?”, “Genta tidak tinggal bersamaku, dia punya rumah sendiri!” Vero mengelak. “Aku bukan Genta” Ucap Lei singkat, “Tapi kau didalam tubuh Genta” Vero masih tetap menggoda Lei. “Tapi aku bukan Genta!”, “....why so serious?” , “Aku tidak suka candaanmu” Ucap Lei dingin. “......” Vero terdiam dan kembali berjalan menuju rumahnya.

                Tinggal beberapa kilometer lagi mereka sampai, tiba-tiba saja turun hujan sangat deras. “Hujaaan!” Vero berteriak sambil berlari, “Kita neduh dulu!” Ajak Lei, “Tanggung, sebentar lagi sampai” Vero kembali berlari dengan cepat sambil menarik lengan Lei.

                “Akhirnya sampai!” Ucap Vero sambil cepat-cepat masuk ke dalam rumah. “Aku basah kuyup” Keluh Lei, “Kau seharusnya pulang ke rumahmu!” Celetuk Vero sambil berjalan ke belakang untuk mengambil handuk. “Miaaaw..” Sapa Poppo, “Hei Poppo, Kau belum tidur?” Tanya Vero, “Miaaw..” Kemudian Poppo bersiap-siap tidur.   

                “Ini handukmu!” Vero melemparkan handuk berukuran cukup besar berwarna biru muda kepada Lei. “Akan aku ambilkan pakaian, tunggu di sini!” Perintah Vero.  Veropun berjalan menuju kamar dan membuka lemari pakaian, “Untung aku tomboy, jadi aku punya banyak T-shirt cowok..” Gumamnya sambil menarik sebuah T-shirt berwarna putih dari lemarinya. Tiba-tiba saja Lei datang dan memeluk tubuhnya yang masih basah karena air hujan dari belakang. “..L..Lei! Kan aku bilang tunggu di luar, kau ngapain masuk ke kamarku?!” Vero sedikit memberontak. “Just calm down!” Bentak Lei, “Biarkan seperti ini untuk sebentar saja, aku ingin memelukmu” Lanjutnya. Veropun terdiam dan membalikkan tubuhnya untuk memeluk Lei yang berada di dalam tubuh Genta. “Please forgive me..” Bisik Lei, “I don’t know” Ucap Vero tak yakin. “....Aku mau ganti baju, bajuku basah” Ucap Vero, “Sini aku gantiin!” Ledek Lei. “Ga akan! Sana, keluar!” Vero menendang keluar Lei dari kamarnya, “Dan ini baju untukmu!” Lanjut Vero sambil melempar sebuah T-shirt.

                Usai mereka ganti baju, Vero segera menuju dapur untuk membuatkan secangkir teh hangat untuk Lei dan segelas latte untuknya. “Nih, untukmu” Vero memberikan secangkir teh kepada Lei yang sedang duduk di sofa dekat meja kerja Vero. “Thanks” Lei menerimanya dengan senang hati. “Akhirnya kita bisa merasakan hidup bersama” Lanjut Lei setelah menengguk tehnya. Vero tak menghiraukan perkataan Lei, ia kemudian menyalakan komputernya untuk melanjutkan pekerjaannya.

                Disaat Vero akan membuka lembar kerjanya, tiba-tiba saja ‘Brak’ Lei berdiri di belakang Vero dan menggebrak meja kerjanya. “Waktumu masih milikku saat ini!” Ucap Lei dengan nada dingin, “.....” Vero terdiam karena terkejut dengan apa yang dilakukan Lei. “Matikan komputermu!” Perintah Lei sekali lagi dengan nada dingin. Vero masih tidak menghiraukannya, dan tetap ingin melanjutkan pekerjaannya. Kemudian, ‘Brak!’ Sekali lagi Lei menggebrak meja kerja Vero.  “Aku bilang matikan” Lei sekali lagi membuat Vero terkejut dan sedikit ketakutan. “.....” Tanpa bicara Vero menutup lembar kerjanya dan mematikan komputer. Vero terdiam, begitupun Lei. Kemudian Vero berdiri dan beranjak dari tempat duduknya, berniat untuk meninggalkan Lei. ‘Grab’ Sontak Lei menarik tangan Vero dengan sangat kencang hingga Vero merasa sedikit kesakitan.

                “...Lepasin” Pinta Vero dengan suara kecil, “Ga akan!” Ucap Lei. “Aku bilang, lepasin!” Vero sedikit membentak, “Enggak!” Lei semakin mempererat genggamannya. “..Sakit” Keluh Vero, “Iya aku tau, karena itu jangan kemana-mana” Jelas Lei. “Aku ga suka sama kau yang jahat dan kasar seperti itu” Jelas Vero.
“Maaf, itu karena aku tidak mau kehilangan kamu lagi”
“Tapi kau sudah”
“Iya aku tau, biarkan hari ini kau jadi milikku”
                Vero terdiam, “Maaf, aku ga bisa..” Ucap Vero. “Please?” Lei memohon, Vero tak menjawabnya, ia justru memeluk erat Lei. “Aku bahkan belum bisa memaafkanmu, mungkin tidak akan pernah..” Ucap Vero sambil memeluk Lei. Lei kembali memeluk Vero dan mengecup dahinya.

                Dua bulan sudah Vero dan Lei bersama-sama seperti ini, Lei selalu meminjam tubuh Genta dan Genta, menjadi sering kehilangan waktunya dan ingatannya pun menjadi kacau. Vero mulai membuka hatinya untuk kembali dengan Lei, tetapi ia masih tetap menahan perasaannya karena tidak ingin ia dikecewakan untuk kesekian kalinya. “Aku sudah berkali-kali dikecewakan olehmu semasa hidupmu, dan aku tidak akan pernah mau dikecewakan lagi denganmu yang sudah menjadi hantu!” Lontar Vero kepada Lei saat Lei terus meminta Vero untuk kembali menjadi miliknya.
  Sampai suatu saat, “Ugh.. Aku merasa ga enak badan lagi..” Keluh Genta saat tengah malam di kamarnya. Genta berjalan keluar kamar untuk mengambil beberapa obat untuk menghilangkan rasa sakit ditubuhnya. Tiba-tiba saja ia melihat sebuah bayangan lewat di depannya, “Hah?! Apa itu?!!” Genta terkejut hingga menjatuhkan obat-obat yang ia pegang. Tak lama ia merasakan hembusan angin yang sangat dingin di tubuhnya, Genta sedikit merasa ketakutan dan segera masuk ke kamarnya dengan tergesa-gesa.
                Lagi-lagi Genta merasakan tubuhnya sangat berat, seperti ada yang menggelayutinya. Disaat ia membalikkan tubuhnya berniat untuk menyalakan lampu, tiba-tiba saja ia melihat sosok laki-laki di hadapannya. “Ah!” Genta terkejut, “S..Siapa kau?!”  Genta berteriak, “Kau? Bisa melihatku?” Lei heran, “...L..Lei? Kau, kenapa bisa di kamarku?!” Genta ikut heran. “Kau kenapa bisa melihatku hah?!” Lei mulai terlihat kesal, “...Kenapa tidak? Sekarang, kenapa kau bisa ada di sini hah?!” Genta yang sejak awal tidak menyukai Leipun ikut kesal. “Aku ini sudah mati!” Teriak Lei, “Ngaco!” Genta kembali berteriak. Kemudian ‘Kriieet’, suara pintu kamar terbuka, “Genta, ada apa tengah malam begini teriak-teriak?” Tanya Ibu Genta, “...Ga ada apa-apa bu”, “Ah bu, ibu melihat orang lain selain aku saat ini?” Lanjut Genta, “Apa maksudmu? Sudah teriak-teriak sendirian, sekarang kau merasa sedang bersama orang lain..” Kemudian ‘blam!’ Ibu menutup pintu kamar.
                “See..? Sekarang kau mengerti kan?” Ucap Lei dengan gaya angkuhnya, “...Kau...!”.

                Keesokan paginya, ‘Tok,tok,tok’ “Ya, sebentar..” Vero segera membuka pintu. “Ah, Hei... Uh..”, “Aku Genta, bukan Lei” Celetuk Genta dengan nada sedikit kesal. “..M..Maksudmu apa?” Vero sedikit panik, “Aku sudah dengar semuanya dari Lei” Genta memperjelas, “..L..Lei?”, “Iya, selama ini Lei sudah meninggal kan? Lalu arwahnya mengikutimu dan dia meminjam tubuhku tanpa seizinku untuk pergi kencan bersamamu? Pantas saja akhir-akhir ini aku banyak kehilangan waktuku” Genta berbicara panjang tanpa jeda sedikitpun. “....Jadi kau sudah tau tentang Lei dan.. Kau sama Lei..”, “Iya, aku melihatnya” Genta merendahkan nada suaranya, “Aku turut berduka cita Ver..” Lanjutnya. “...Entahlah aku tidak begitu merasa berduka, karena disaat ia meninggal ia justru selalu bersamaku”  Ucap Vero tenang.
                “Hmm, jadi kalian ngapain aja selama Lei meminjam tubuhku?” Tanya Genta, “M..Maksudmu?! Kita ga ngapa-ngapain!” Vero panik, “Yah, aku tau bagaimana sikap Lei, mungkin saja dia tidak berubah, walaupun sudah menjadi hantu sekalipun” Ledek Genta. “...” Vero tak mengomentarinya.
                “Aku pikir, kau akan marah” Ucap Vero dengan nada rendah, “Marah?”, “Ya, karna tubuhmu sering dipinjam..” Lanjut Vero. “Iya, aku marah” Jawab Genta tegas, “Lalu kenapa kau tidak memarahiku?” Vero sedikit takut, “Aku sudah marah sama Lei” Ucap Genta. “...Marah, sama Lei?” Vero kebingungan, “Iya.. Setidaknya sekarang ia tidak bisa seenaknya masuk dan keluar dari tubuhku” Jelas Genta,  “Kau memakai jimat?!” Celetuk Vero. Genta langsung menjitak kepala Vero yang sering berbicara tanpa berpikir. “...Aku khawatir padamu, bodoh. Kesehatanmu akan semakin memburuk kalau kau terus-terusan beraktivitas siang dan malam” Genta berbicara serius dengan nada khawatir. “Tolong jangan ingatkan aku pada penyakit itu” Ucap Vero tegas, “Selama Lei berada di dalam tubuhku kau tidak pernah istirahat kan?! Lei menceritakannya padaku..”, “...Kau ga bilang ke Lei kalau aku sakit kan?” Vero mulai kesal. “....Aku hanya jelaskan kalau kau butuh istirahat” Genta menenangkan Vero, “Lagi pula, ayolah Ver. Lei sudah meninggal dan kau harus melanjutkan hidup..” ‘PLAK!’ Sebuah tamparan maut mendarat di wajah Genta, “Aku memang membencinya, dan tak bisa memaafkannya, tapi aku masih belum bisa melupakannya” Ucap Vero dingin, kemudian ia keluar dari rumahnya meninggalkan Genta sendirian.
                Ditemani hembusan angin musim hujan yang dingin, Vero duduk sendirian di bangku taman dekat rumahnya. “Kau kenapa?” Sapa Lei yang tiba-tiba datang, “...Aku sedang bertengkar dengan Genta” Jawab Vero dengan suara bergetar. “Kau kenapa menangis?” Lei heran, “Engga, aku ga menangis” Vero mengelak, “Aku masih belum puas” Lanjut Genta “Belum puas apa?”, “Aku sudah bisa meminjam tubuh Genta untuk menghabiskan waktuku bersamamu, aku sudah bisa menciummu dan memelukmu lagi”, “L..Lalu?” Vero sedikit malu “Tapi aku belum bisa menyentuhmu dengan roh-ku ini” Lanjut Lei sedikit kecewa, “Aku yakin suatu saat kau pasti bisa!” Vero menyemangati, “Lagi pula, sekarang kan kau sudah tidak bisa seenaknya lagi masuk kedalam tubuh Genta, jadi kau harus bisa menyentuhku dengan roh-mu itu!” Vero berusaha tersenyum. “I will..” Lei membalasnya dengan senyum hangat.
                Hari berganti hari, walaupun tanpa tubuh Genta Lei terus berusaha untuk tetap bisa menikmati waktu bersama Vero. Seiring dengan berjalannya waktu, semenjak kehadiran Lei, Vero tak pernah beristirahat dan kesehatannya pun semakin memburuk.
                Disuatu pagi yang cukup cerah, Vero berniat untuk membeli makanan untuk sarapannya dan membeli stok makanan untuk Poppo teman hidupnya. “Aku pesan sandwich double satu, kentang goreng  dan Vanila Latte” Vero memesan makanan di sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari rumahnya. Vero belum sempat beristirahat total tiga hari belakangan ini, karena ia harus mengejar pekerjaannya yang sedikit tertinggal. “..Kepalaku sakit..” Keluh Vero, “Ka? Kamu gapapa?” Tanya seorang waiters, “Tidak apa-apa, aku hanya sedikit merasa pusing” Jawab Vero sambil menguatkan dirinya. “Ini pesanannya”, “Ah iya..” Saat Vero membawa pesanannya dan menuju meja makan, ‘Bruk! Prang!’ “Ya ampun ka!” Seorang waiters terkejut melihat Vero jatuh pingsan. “Tolong, cepat panggilkan ambulance!” Teriaknya, sambil meminta bantuan orang lain untuk membopong tubuh Vero.
                “Ini semua salahmu!” Genta berteriak di dalam kamar mandi yang tak ada seorangpun disana, hanya ada ia dan arwah Lei. “Kau membuat kesehatannya semakin memburuk! Kau tidak tau bagaimana keadaannya! Selama kau hidup memangnya kau pernah memikirkannya hah?!” Genta melampiaskan amarahnya, “Kau tau, Vero mengalami gejala kanker otak! Dia tidak boleh stress apalagi kecapekan seperti sekarang ini!”, “Vero? Kanker otak..?” Lei terkejut dengan apa yang diucapkan Genta. “Aku tanya padamu, semasa hidupmu apa kau peduli dengan kesehatannya hah?! Kau hanya sibuk untuk memilikinya kan?! Kau hanya ingin memenuhi hasratmu saja!”, ‘Brak!’ Tubuh Genta terhempas ke dinding “Ugh..!” Genta kesakitan. “Jaga mulutmu, aku bisa melakukan yang lebih sadis dari ini!” Kemudian ia menghilang dari hadapan Genta.
                ‘Nut.. Nut.. Nut..’ Suara alat medis di ruangan Vero dirawat. Vero masih belum sadarkan diri, selang infus sudah tersangkut di lengan kirinya. ‘Cklek’ Genta memasuki ruangan, dan segera duduk di samping tempat tidur sambil menggenggam tangan kanan Vero. “Ver, bangun Ver..” Ucap Genta yang sangat khawatir. Lima belas menit kemudian, Vero mulai menggerakkan jemarinya sedikit demi sedikit. “Vero..” Genta sedikit lega, “Bangun Ver..” Vero berusaha membuka kedua bola matanya. Vero melirik ke arah Genta, “Uh.. Gen..ta” Panggil Vero dengan suara sangat kecil “Aku dimana?” Lanjutnya. “Kau di rumah sakit, tadi kau pingsan” Jelas Genta dengan suara lembut. “Akhirnya aku masuk rumah sakit juga” Ucap Vero sambil menghela nafasnya. “Kau belum makan kan? Ini sekarang kau makan dulu ya..” Ucap Genta, “Kau akan dirawat selama tiga hari sampai pemeriksaan tubuhmu selesai” Jelas Genta. “...” Vero terdiam.
                 Saat malam tiba, Genta pun pulang ke rumahnya karena memang pasien tidak boleh ditunggu selama perawatan. “Hei..” Sapa Lei yang tiba-tiba berdiri disampingnya, “Lei..?” “Kau harus cepat sembuh, aku mau menghabiskan waktuku lagi bersamamu” Ucap Lei tanpa melihat keadaan Vero yang sedang sakit. “Kau selalu menyiksaku” Balas Vero, “Karena aku adalah iblis, ya kan?”, “Haha.. Yes, you are” Vero tertawa kecil, Lei pun memberi senyum kecil kepada Vero.
                Lewat tiga hari, Vero-pun diperbolehkan untuk pulang sambil menunggu hasil pemeriksaan. Vero diantar oleh Genta pulang ke rumahnya, dan dipastikan Vero kembali beristirahat sebelum ia melakukan aktivitas terutama melanjutkan pekerjaannya yang benar-benar terbengkalai. Vero meminta genta untuk pulang saja, ia ingin sendirian dirumahnya, ia ingin menenangkan pikirannya dan tidak mau merepotkan Genta. Genta terpaksa menyetujui keinginan Vero.
                Sesampainya Genta di rumah, ia dikejutkan oleh sosok Lei yang sudah berada di kamarnya. “Mau apa kau datang kesini?” Tanya Genta sinis, “Aku ingin meminta bantuanmu” Ucap Lei, “Aku tidak akan mau membantumu!” Genta berniat untuk meninggalkan kamarnya, tetapi ‘Brak!’ Lei menutup pintu kamar Genta dengan kekuatannya. “Beri aku kesempatan untuk menikmati waktuku bersama Vero, setelah itu aku tidak akan meminta apapun lagi darimu” Ujar Lei kepada Genta. “...” Genta berpikir, “Hanya satu hari saja, aku janji” Lei mulai memohon “Waktuku sudah tidak cukup lama, sampai Vero benar-benar memaafkan aku, maka arwahku akan menghilang”, “Berjanjilah kau akan menghilang dari kehidupan Vero setelah ini” Ucap Genta, “Aku janji” Lei dan Genta telah sepakat. “Aku akan meminjamkan tubuhku besok, Vero harus istirahat hari ini” Jelas Genta “Ya, aku mengerti. Terima kasih” Kemudian arwah Lei kembali menghilang, Genta hanya menghela nafasnya.

                Keesokan paginya, Lei datang ke rumah Vero dengan meminjam tubuh Genta. “Vero!” Teriak Lei, karna melihat pintu rumahnya terbuka, “Hey Gen, aku sedang memasak. Aku tau kau pasti kerumahku pagi ini makanya aku....” Tanpa permisi ataupun banyak bicara, Lei menghampiri Vero yang sedang berada di dapur dan mencium bibirnya. “....Lei!” Vero terkejut, “Aku kangen” Ucap Lei sambil memeluk Vero dengan sangat eratnya. “Kau mencuri tubuh Genta lagi?! ...Dan kamera-nya?” Vero melihat kamera DSLR milik Genta yang tergantung di leher Lei. “Tidak, aku mendapan izin penuh untuk meminjam tubuhnya, kalau kamera ini.. Ya, aku mencurinya, hehe” Ucap Lei sambil tertawa kecil “Aku ingin kita foto yang banyak sebagai kenang-kenangan” Lanjutnya, “Tetap saja kau berada di dalam tubuh Genta!” Celetuk Vero. “Sudahlah, eh kau masak apa? Ayo kita makan, aku juga lapar..”, “Sebentar lagi matang, kau tunggu saja di meja makan sana!” Perintah Vero sambil kembali memasak, “Kau sudah seperti istriku, walaupun hanya untuk hari ini” Lei memberi senyum hangat kepada Vero, dan kembali mencium bibirnya. Sedikit demi sedikit keinginan Lei yang ia pendam selama ini terpenuhi, hanya dua hal yang belum ia dapatkan. Menyentuh Vero tanpa perantara tubuh genta, dan membuat Vero memaafkannya dan mencintainya.
                “Hidangan siap!” Vero menyajikan dua piring pasta fettucine andalannya. “Kau selalu memasak masakan ini” Ucap Lei, “Ini kan menu andalanku, tadinya mau aku buatkan untuk Genta sebagai ucapan terima kasih. Ini teh mu..” Vero memberikan segelas teh hangan kesukaan Lei, dan tak lain segelas Latte untuk dirinya sendiri. “Selamat makan!” Ujar Vero yang entah kenapa terlihat begitu bahagia. “Selamat makan..” Lei tersenyum. Mereka berdua menikmati fettucine buatan Vero bersama-sama di pagi yang cerah itu.
                “Mau kemana kita hari ini?” Tanya Vero sambil memakai jaketnya, “Kita pergi ke taman saja” Jawab Lei tenang. “Oke, oh iya ngomong-ngomong kok kau bisa meminjam tubuh Genta lagi?” Vero kembali bertanya, “Kau tidak perlu tau soal itu, ayo cepat!” Lei menarik tangan Vero. Vero dan Lei-pun bersama-sama menuju taman untuk menghabiskan waktu mereka berdua.
                “Lei! Say cheese!” ‘Jepret’ Vero mengambil gambar Lei yang spontan tersenyum saat difoto. “Aku kan mau mengambil fotomu dengan pose aneh” Ujar Vero, “Kau ga bisa melakukan itu! Hahahaha..” Lei berjalan meninggalkan Vero. Tanpa sepengetahuan Lei, Vero memotret Lei dari belakang. Vero tersenyum melihat Lei yang berjalan santai di depannya. “Lei!” Panggil Vero, “Apa?” Lei menoleh, “Uung, gapapa, aku cuma mau manggil aja, hehehe” Kemudian Vero berlari menghampiri Lei.
                Vero dan Lei sangat menikmati kebersamaan mereka, mengabadikan setiap momen dengan kamera DSLR milik Genta yang Lei bawa. “Aku ingin memotretmu tanpa perantara tubuh Genta, aku ingin aku mengingatmu sebagai Lei, bukan sebagai Lei yang meminjam tubuh Genta..” Ujar Vero sedikit kecewa, “Suatu saat pasti kau bisa memotret arwahku” Jawab Lei sambil mengusap kepala Vero dan mengecup keningnya.
                Hari sudah menjelang siang, Vero dan Lei masih berada di luar rumah menghabiskan waktu sambil bercanda-canda. Vero mengabadikan saat-saat pentingnya dengan video recorder, ia sangat terlihat bahagia dan berharap waktu berhenti untuk sebentar saja. “Kau tau, aku tuh gemes banget sama kamu!!” Vero mencubit pipi Lei sekencang mungkin, “Aaarrgh! Sakit!” Teriak Lei, Sebelum ditangkap oleh Lei, dengan sigap Vero berlari menjauh dari Lei. “Hei! Jangan kabur kau!!” Lei mengejar Vero yang berlari sambil membawa kamera yang masih merekam segala sesuatu yang terjadi.
                Vero berlari kegirangan tanpa memperhatikan sekitar, dan tak sadar ia berlari ke arah jalan raya. “Vero!!” Teriak Lei yang melihat ada sebuah mobil berjalan dengan kecepatan tinggi ke arah Vero, ‘Tiiiiiiiin!!!’ Mobil tadi mengklakson Vero yang terlanjur berada di tengah jalan. “Vero!!” Tanpa diduga, arwah Lei spontan keluar meninggalkan tubuh Genta dan mendorong tubuh Vero ke sebrang jalan sambil memeluknya. ‘Bruk!’ ‘Cekiiit!’ Suara mobil tadi yang berhenti mendadak menghindari kecelakaan. Vero terdiam, suasana di sekitar taman menjadi hening seketika. Semua melihat ke arah Vero yang terhempas tiba-tiba. “Hosh..Hosh..” Nafas Vero terengah-engah, “Kau gapapa kan?” Ucap Lei khawatir sambil memeluk Vero dan mengusap wajahnya, “L..Lei, kau...” Vero terkejut melihat Lei yang tiba-tiba meninggalkan tubuh Genta, “K..kau bisa menyentuhku..” Lanjut Vero. Lei tidak menghiraukan ucapan Vero ia terus memeluk Vero dengan sangat erat.
                “Nak, kamu tidak apa-apa kan?” Ujar seorang bapak paruh baya yang mengendarai mobil tadi. “A..aku tidak apa-apa kok pa, maaf pak saya ceroboh” Vero meminta maaf sambil berusaha bangun dan melepaskan pelukan Lei, “Sini saya bantu untuk berdiri” Ucap bapak tadi, “Eh, tidak perlu pak. Saya bisa sendiri” Vero menolaknya karena Lei tidak mau melepas pelukannya. “Ada yang sakit tidak?”, “Tidak kok pak, tidak ada..” Vero meyakinkan bapak itu. “Yasudah, syukurlah kalau begitu.. Saya tinggal dulu ya nak, kalau ada yang terluka tolong hubungi saya saja, saya sedang buru-buru, maaf ya nak” Kemudian bapak tadi meninggalkan sebuah kartu nama.
                “Lei..” Panggil Vero, “Aku tidak mau kau kenapa-napa lagi karena aku” Ucap Lei dengan suara bergetar. “Lei, kau bisa menyentuhku tanpa perantara” Jelas Vero, Lei kemudian melepas pelukannya dan melihat tubuh Genta yang tergeletak dipinggir jalan. “Hei! Ada yang pingsan!” Ujar salah satu pedagang di sekitar taman, “Kau sebaiknya kembali ke tubuh Genta!” Ucap Vero. Lei-pun bergegas marasuki tubuh Genta kembali. “Ugh... Aku tidak apa-apa..” Ucap Lei yang sudah berada di dalam tubuh Genta. “Lei!” Vero menghampirinya, “Hei, kau gapapa kan?” Lei masih khawatir dengan keadaan Vero. “Uhm, aku baik-baik saja..”, “Syukurlah” Kemudian Lei kembali memeluk Vero.
                Hari mulai gelap, Vero dan Lei memutuskan untu pulang. “Hei, sekali lagi terima kasih sudah mau menemaniku” Ucap Lei saat sampai di rumah Vero, Lei mengecup bibir Vero dan berniat untuk pulang ke rumah Genta. “Jangan pulang dulu” Vero menahan tangan Lei, “Tetaplah disini untuk beberapa saat lagi” Pinta Vero. Lei merasa bahwa Vero sebenarnya tau kalau ia akan benar-benar meninggalkannya setelah ini.
                Ditemani iringan lagu dari komputer Vero, mereka berdua duduk di sofa saling bercerita apa yang mereka lakukan selama enam tahun mereka tak bertemu. “Lei, aku mau memelukmu, bukan memeluk tubuh Genta” Ucap Vero, “Maksudmu?”, “Keluarlah dari tubuh Genta sekarang, sebentar saja” Pinta Vero, dan Lei menyanggupinya. Pelan-pelan Lei keluar dari tubuh Genta, saat Lei benar-benar keluar dari tubuh Genta, tanpa basa-basi ia langsung memeluk Lei dengan sangat erat. “Jangan tinggalkan aku” Ucap Vero, Lei semakin berat untuk meninggalkannya, walaupun ia tau sebentar lagi ia akan benar-benar menghilang dari muka bumi. Karena Vero sudah terlihat mulai mencintainya dan memaafkannya.
                “I love you” Lei membalas pelukan Vero yang sangat erat. “Aku senang keinginanmu untuk bisa menyentuhku tanpa perantara terkabul”, “Entahlah, aku harus senang atau bersedih” Ucap Lei. Vero menggenggam erat tangan Lei, ia sangat takut kalau memang harus kehilangan Lei. “Can I kiss you?” Tanya Lei, “Yes you can, I’m yours now” Jawab Vero. Kemudian Lei mencium bibir Vero dalam-dalam, dan kali ini tanpa perantara tubuh Genta.
                Keesokan paginya, Vero yang tertidur pulas semalam tidak menyadari Lei telah meinggalkannya. Vero berpikir, Lei pasti akan kembali lagi karena Lei memang sudah biasa menghilang tiba-tiba.
                Tapi ada yang aneh dengan kali ini, sudah hampir satu minggu Lei tidak tampak, dan Vero baru menyadari bahwa satu minggu ini ia hidup seperti hari-hari sebelum Lei datang. “Yo! Veroca..” Sapa Genta yang datang pada pagi itu, “Gen, kau bertemu dengan Lei?”, “Hah? Tidak, memangnya ia tidak bersamamu?” Tanya Genta pura-pura tidak tau kalau sebenarnya ia sudah membuat kesepakatan dengan Lei. “Tidak, aku baru sadar satu minggu ini Lei tidak muncul” Ucap Vero sedikit khawatir, “Ya, baguslah.. Kau jadi bisa fokus dengan pekerjaanmu yang sedang dikejar deadline kan?” Celetuk Genta. Vero terdiam dan menjadi tidak fokus saat mengerjakan pekerjaannya. Vero sudah memaafkan dan sungguh mencintai Lei tanpa menahan perasaannya lagi.
                 Langit semakin gelap, jam menunjukkan pukul 22.30. Sudah saatnya Vero merapikan meja kerjanya, dan bersiap untuk pergi tidur. Ia berniat untuk mengganti bajunya sebelum tidur, saat ia menarik sebuah T-shirt putih yang pernah ia pinjamkan untuk Lei, terselip sebuah kertas yang berisikan kata-kata terakhir Lei untuk Vero.

Hei Vero, terima kasih kau sudah banyak menghabiskan waktumu untukku
Terima kasih juga kau sudah mau memaafkanku dan kembali mencintaiku, aku sungguh minta maaf semasa hidupku aku selalu mengecewakanmu.
Tapi perlu kau tau, aku hanya mencintaimu walaupun aku sedang bersama wanita lain.
Aku sangat senang bisa mati dan bersamamu seperti sekarang ini, setidaknya aku merasakan bagaimana jika aku menjadi suamimu walaupun hanya satu hari.
 Tapi aku baru tau ternyata ini semua ada batas waktunya, aku sedikit menyesal sekarang karena aku harus benar-benar meninggalkanmu.
Jadilah Veroca yang ceria dan menyenangkan seperti Veroca yang aku kenal, jaga kesehatanmu. Kau harus tetap bertahan hidup untukku.
Semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu.
I love you
                                                Leiser


                Vero sangat terkejut dengan surat pemberian Lei yang ia temukan, pipinya sudah dibasahi oleh air mata. “Hiks... Hiks.. Lei!!!” Teriak Vero, “Keluar kau! Kau curang, kenapa kau melakukan ini padaku?! Kenapa kau meninggalkan aku disaat aku tak mau kehilangan dirimu hah?!” Lontar Vero yang sedang menangis.
                Tak peduli langit sudah gelap dan sepi, Vero meninggalkan rumahnya berlari menuju taman. “Leeiii!!!” Teriak Vero memanggil nama Lei, “Leiser! Kemana kau...?!” Teriak Vero yang sudah dibanjiri air mata. “Kita tidak sedang main petak umpet kan Lei? Ayo keluar, jangan bersembunyi terus.. Hiks.. Hiks..” Vero duduk pasrah di tengah-tengah taman sambil menangis. “..Leeii.. ayo keluar..” Vero masih berusaha memanggil Lei.
                “Suaramu akan membangunkan semua orang, bodoh” Tiba-tiba terdengar suara Lei tepat di belakang Vero. “Lei!” Vero segera membalikkan tubuhnya dan ingin memeluk Lei, tiba-tiba saja Vero menembus sosok Lei. “Le..i?” Vero terkejut, “Sepertinya energiku semakin menghilang” Ucap Lei sambil berusaha tersenyum. “Kau sudah membaca surat dariku?” Tanya Lei, Vero hanya menganggukkan kepalanya. “Aku sudah terlihat transparan, menjijikan” Lei bermaksud untuk menghibur Vero. Kemudian Lei mengangkat tangan kanannya, “Sentuh aku, perlahan” Perintah Lei. Vero yang masih terisak-isak menuruti perintah Lei, Vero meletakkan telapak tangan kirinya di telapak tangan kanan Lei. “Lihat, kau masih bisa menyentuhku kan?” Ucap Lei menenangkan Vero, dan dilanjutkan dengan memeluk Vero dengan erat. “I love you Lei, and I forgive you” Ucap Vero sambil terisak-isak, “Thanks..” Lei tersenyum dan mengecup bibir Vero. Seiring dengan itu, arwah Lei benar-benar menghilang dari muka bumi dan meninggalkan Vero sendirian. “Hiks..Hiks.. Lei..!!”

                Lewat satu bulan sudah sejak kepergian Lei, Vero berhasil dengan pekerjaannya dan mendapat bayaran yang sangat besar. Dengan penampilan anggun dengan dress hitam dan sepatu boots berwarna coklat, ia melangkahkan kakinya menuju pemakaman.
                ‘Leiser’ Tertulis di sebuah batu nisan yang ditengok oleh Vero. Dengan wajah tenang Vero menyirami dan menaburkan bunga diatas tanah makan milik Lei. “Terima kasih kau sudah mau mampir ketempatku sebelum kau ke akhirat Lei, itu adalah kenangan yang tak akan terlupakan untukku” Ucap Vero sambil menahan air mata yang sudah membendung.
                Usai ia menjenguk makam Lei, ia segera pulang kerumahnya. “Hei!” Sapa Genta yang sudah menunggunya sejak tadi. “Ada apa?” Tanya Vero, “Ada yang ingin aku perlihatkan padamu” Ucap Genta, kemudian Vero mempersilahkan Genta untuk masuk. Tanpa seijin Vero, Genta langsung menyalakan komputer milik Vero dan mencolokkan sebuah flashdisk. “Ini punyamu kan?” Genta memperlihatkan hasil foto dan video yang Vero ambil saat Lei menghabiskan waktu terakhirnya bersama Vero. Vero terkejut saat melihat hasilnya, terlihat bayangan arwah Lei pada tubuh Genta pada foto-foto tersebut, Vero bisa melihat ada Lei disana. Tak kuasa menahan air mata yang sudah membendung, akhirnya Vero membasahi kedua pipinya. “Lei....” Vero berusaha menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum melihat foto-fotonya saat bersama Lei. “Terima kasih Gen” Vero tersenyum ditengah kesedihannya.
                Lei, aku sangat membencimu. Sungguh aku membencimu, karena kau tak pernah menepati janjimu, bahkan untuk terus bersamaku. Aku akan memilih untuk tidak memaafkanmu ataupun mencintaimu. Aku akan menyusulmu suatu saat nanti dan kita akan bertemu dan bersama kembali, di neraka sekalipun.

Here in my room. I can make a new world.
this room doesn't have anything special
I have hardly a thing, but all I need is my imagination.
a certain beginning is ending
Building a brand new beginning.
I take a new step, I know that I'd walk the distance.
I look for a new answer again
The only real way for me to find all the answers.
Is to get away... yeah... into the deep

in order to break a sad promise
and in order to keep my last promise
Never thought I'd find it, and now I've made it,
The only thing left to do is find a clue.

a person will suddenly and inevitably find it
and become sad and want to cry when the day arrives

I beg for you to answer me this one time.
I'm counting on this one time.
There's a need in me that longs to know is this the end?

Am a alone? Is there anyone listening?
I've waited so long, and still have nothing to say.
It's funny, the only way to find all the answers, was to get away from my room
to a deeper place...
n order to break a sad promise
and in order to keep my last promise
Never thought I'd find it, and now I've made it,
The only thing left to do is find a clue.

a person will suddenly and inevitably find it
and become sad and want to cry when the day arrives

I beg for you to answer me this one time.
I'm counting on this one time.
There's a need in me that longs to know is this the end?
Monkey Majik – Yakusoku (Promise)




Original Story By : Delian

               

this is shina or this is me ?

this is shina or this is me ?
viel art