Laman

Rabu, 15 Mei 2013

Do you also have the same feeling?

Digi telah kembali ke pelukan Akai sejak pelarian hari itu, kini ia tidak berniat untuk kembali meninggalkan rumah sama sekali. Pikirnya, ia akan selalu bersama Akai sampai kapanpun. Semakin hari, semakin tumbuh perasaan di hatinya, bukan hanya tidak ingin meninggalkan rumah tapi Digi semakin tidak ingin kehilangan Akai. Ia menjadi terlalu posesif dengan Akai, bahkan ia selalu menaruh curiga pada Akai. Sifat terlalu egois mulai menyelimuti hatinya. Digi selalu ingin Akai berada di sampingnya kapanpun dia mau, pikirnya Akai adalah milikku aku tidak rela siapapun menyentuhnya.

Sampai suatu saat, Akai pergi bersama mantan kekasihnya hanya untuk melepas penat. Seperti biasa, Digi hanya duduk termenung di rumah menunggu kepulangan Akai yang sedang bersenang-senang. Sifat kekanak-kanakan Digi mulai menjalar di tubuhnya. Digi terus menerus menghubungi telepon genggam milik Akai untuk memastikan bahwa yang berharga miliknya tidak melakukan hal yang tak diinginkan. Sampai Akai merasa mulai terganggu dengan sikap Digi, ia-pun mematikan telepon genggamnya. Digi yang sejak tadi merasa sangan cemas dan gelisah semakin tidak karuan. Bayangan atas apa yang sedang Akai lakukan sudah tidak terbendung.

Akhirnya, menjelang tengah malam Akai-pun pulang. Ia melihat Digi yang sedang menggenggam telepon rumah terlelap tidur di sofa ruang tamu. Ia duduk tepat di samping Digi, kemudian mengusap kepalanya dengan lembut. Digi sadar akan hal itu dan terbangun, "Dari mana saja?" tanya Digi. "Abis jalan" Akai menjawabnya ddengan santai dan tersenyum. "Uhm, kenapa handphone-mu tidak aktif?" Digi mulai mengintrogasi, "Uh? Batre-nya low", "U-uhm" Digi melihat ke arah bawah. "Sudah tidur saja sana, aku capek mau tidur juga", "Uh!" Digi menarik tangan Akai, "Kenapa?", "Jangan tidur dulu!", "Aku capek banget" Akai tegas. "Aku masih mau ngobrol denganmu!" Digi mulai memaksa, "Aku perlu istirahat, besok aku ada kelas pagi", Digi mulai meregangkan dekapannya. "Okay?" Akai-pun meninggalkan Digi sendirian di ruang tamu.

Digi mulai merasa cemburu dengan orang-orang yang bisa banyak menghabiskan waktu dengan Akai. Ia sangat tidak rela yang berharga miliknya di rebut begitu saja."Akai bodoh! Kenapa kau selalu tak acuh denganku? Kenapa kau tidak pernah hanya memandangku saja?! Kenapa kau dengan mudah menuruti kata-kata orang lain? Sedangkan, denganku saja kau enggan untuk sekedar ngobrol. Kalau kau seperti ini untuk apa aku tinggal disini?!", "Aku juga punya kehidupan, temanku bukan cuma kau! Kau jangan jadi egois seperti itu!", "Ini tidak adil, kenapa aku tidak pernah diistimewakan?", "Sifatmu kekanakan", "Aku seperti ini karna...", "Apa?", "Aku..... Mencintaimu", ". . . . ."

Digi meluapkan perasaannya, Akai hanya membalasnya dengan sebuah pelukan. "Hiks.." Digi mulai menangis, "...Kalau kau tidak memerlukan aku lagi, lebih baik aku pergi" Ucap Digi, "Jangan, tetaplah disini, aku janji aku tidak akan meninggalkanmu", "Tapi kau punyaku", "Iya, aku milikmu", "Aku tidak mau siapapun menyentuhmu" Digi menjadi seperti bukan Digi yang biasanya.

Kini ia mulai berubah menjadi gadis kekanakan, egois, dan menyebalkan. Ia tau akan hal itu, dan ia juga merasa tidak nyaman dengan sifat yang tiba-tiba menguasainya itu. Ia hanya tidak ingin hatinya sakit untuk kesekian kalinya, ia hanya ingin merasakan bagaimana bahagia bersama orang yang disayanginya. Digi berusaha untuk kembali seperti Digi yang biasanya, yang tidak peduli Akai pergi dengan siapa dan tidak peduli jam berapa Akai pulang ke rumah. Mulai sulit baginya untuk tidak peduli kepada Akai.

Apa yang harus aku lakukan? Digi selalu memikirkannya, rasa ingin memiliki yang berlebih, rasa ingin selalu mendengar suara Akai, dan rasa sayangnya terhadap Akai kini meluap tak terbendung.

Ne, Akai do you also have the same feeling like me? If not, I'll back to be my old self. Aku akan berusaha kembali menekan perasaan ini dan bersikap seakan tidak terjadi apapun. Aku tau diriku yang sekarang ini sangat menyebalkan dan egois, aku juga tidak nyaman dengan diriku yang sekarang. Jadi, tenang saja semua akan kembali seperti semula. :) 

Aku hanya butuh beradaptasi kembali dan siap ditinggalkan. ^^


Digi_

Sabtu, 11 Mei 2013

I WILL NEVER COME BACK


Leo, pemuda bertubuh kurus dengan tinggi badan 180cm berjalan di tengah kerumunan orang. Ia terlihat bosan dengan kehidupannya, sampai ia melihat seorang gadis dengan rambut sepundak dan terlihat acak-acakan. Gadis tersebut terlihat sedang asik meminum segelas jus di tangannya, dan tak lama gadis itu-pun menoleh kearahnya. Sontak, Leo salah tingkah tetapi gadis itu justru tersenyum ramah padanya.

“Namamu siapa?” tanya Leo, “Uhm, Digi” Digi menjawab dengan wajah polosnya. “Oh, okay Digi” Leo semakin salah tingkah, tidak tau harus bersikap seperti apa.

Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja oleh keduanya, Leo menjadi semakin sering bertemu dengan Digi. Leo tidak begitu tau dari mana Digi berasal, mereka hanya bertemu disuatu tempat, Leo-lah yang lebih sering mengajaknya, karena ia memiliki banyak waktu luang dan sering mengajak Digi menonton sebuah film.

Sampai suatu saat, Leo mengutarakan perasaannya kalau ia menyayanginya. Tetapi, ia tidak bisa menyayangi Digi sepenuhnya karena suatu hal. Digi memahaminya, dan memberikan satu gelang yang ia pakai dan buatannya sendiri kepada Leo. “Ah, terima kasih” Leo mengusap kepalanya. Digi seorang gadis yang sangat ceria, dan tak pernah memikirkan dirinya sendiri.

Dan semakin hari, Digi terlihat lebih sibuk dan tak punya banyak waktu untuk Leo. Leo yang sedikit tempramen, merasa kesal karena dinomor dua-kan. Digi yang baik-baik saja, sampai bingung apa yang terjadi dengan Leo seorang pemuda yang ramah dan manis itu?

“Aku mau kita bertemu di mall xx dan aku minta kau membuatkanku dua buah gelang dengan warna hitam dan merah”, Digi yang tidak ingin Leo marah padanya, menyanggupi semua keinginan Leo.

Sampai pada saat Leo bertemu dengannya. Leo diam seribu bahasa, ia hanya berjalan di depan Digi. Namun, tiba-tiba saja Digi tersenyum kecil melihat gelang yang ia pernah berikan sebelumnya tetap dipakai oleh Leo. “Uhm, ini” Digi memberikan dua buah gelang, terbuat dari tali koor berwarna merah dan hitam. Leo mulai tersenyum melihat pemberian Digi, dan mengusap kepalanya. “Terima kasih”, “Uhm” Digi tersenyum lembut. ‘Kruuu~k’ “K-kau lapar?” tanya Leo, sontak wajah Digi memerah karena malu “I-iya, seharian ini aku belum makan karena membuatkanmu gelang dan langsung buru-buru kesini”, “Tch!” Leo segera menarik tangan Digi dan berjalan lebih cepat.

“Kau pilih mau makan dimana?” Leo mengajaknya ke sebuah foodcourt, “Uhm, aku tidak tau aku ikut denganmu saja” Digi kebingungan, “Cepat pilih, atau aku akan marah lagi denganmu!”, “U-uhm.. Aku mau makan teriyaki” akhirnya Digi memilih, “Baiklah” Leo menggenggam erat tangan Digi seolah-olah tidak mau ia pergi kemanapun. Setelah memesan makanan, Leo mengajaknya duduk di tempat yang paling strategis di restaurant tersebut. “Makan yang banyak yah” Leo mengusap kepala Digi, dan mengambil handphone milik Digi. Leo membukanya, dan melihat isi  di dalamnya sampai ia bertindak sopan dan mengecek isi e-mailnya dan ia menemukan kata ‘sayang’ dari orang lain. Tanpa alasan cukup jelas, Leo kembali kesal dan tiba-tiba saja berubah menjadi dingin.

Digi masih belum sadar dengan hal itu, sampai saat Leo mengajaknya ke suatu tempat yang cukup sepi, ia diam seribu bahasa dan tiba-tiba saja ia memegang pipi Digi, mendekatkan wajahnya dan berniat untuk mencium bibirnya. Tetapi, Leo terdiam dan mendorong tubuh Digi. Digi tercengang, kemudian Leo melepas semua gelang pemberian Digi begitu saja dan mengembalikannya tanpa sepatah kata.

“K-kenapa?” raut wajah Digi berubah sedih dan ingin menangis. “Ternyata, yang bilang sayang padamu bukan Cuma aku ya?” Digi tidak mengerti apa yang dibicarakannya, kemudian Leo pergi begitu saja meninggalkan Digi yang sedang menangis begitu saja.

Keesokannya, dengan seenaknya Leo yang sudah meninggalkan Digi begitu saja, menyuruh Digi untuk datang ke rumahnya. Bodoh, Digi justru menurut dan menyanggupinya. “Ojamashimasu”, Digi mengetuk pintu rumah Leo. “Masuk saja, tidak dikunci” Leo berteriak dari lantai dua rumahnya sambil bermain bass listrik miliknya. “U-uhm”, Digi masuk dan berdiam diri. “Duduk, santai saja” Leo berusaha membuatnya nyaman, Digi melihat sekeliling dinding rumahnya yang dipenuhi banyak foto anak bayi laki-laki yang begitu imut. “Itu, adikku” celetuk Leo, “Aku haus” Ucap Digi. “Oh! Sebentar” Leo segera mengambil segelas minuman di dapur.

“Ini, minumlah” Leo menyuruhnya untuk menghabiskan minuman buatannya. Leo mengajaknya untuk berbincang sebentar,  tak tau apa yang diberikan oleh Leo, Digi merasa kepalanya mulai pusing kedua matanya-pun tidak bisa fokus pada suatu titik. “Kau mengantuk? Baringkan kepalamu sini” Leo mengelus kepala Digi. Sesaat setelahnya, Digi kehilangan kesadarannya.

Dan disaat beberapa jam ia terbangun, Digi tercengang karena ia tidak berbusana dan terdapat bercak darah pada selimut yang menutupi tubuhnya. Organ intimnya-pun terasa sangat sakit sampai ia tidak sanggup untuk berdiri. Pandangan wajah Digi yang biasanya sangat ceria, kini musnah sudah dan berganti menjadi pandangan kosong yang tak tentu arah.

Leo hanya bisa memeluk dan menenangkan Digi, yang menjadi depresi karena ulahnya.

Semenjak kejadian itu, Leo membiarkan Digi tetap berada di rumahnya. Awal-awal tahun tinggal bersama Leo, Digi terlihat nyaman dan tak ingin pergi, tetapi setelah beberapa tahun kemudian bukanlah kenyamanan ataupun keamanan yang ia dapatkan dari Leo, tapi hanya penyesalan.

Leo menceritakan kalau sebenarnya foto bayi laki-laki yang ditempel di dinding, bukanlah adiknya. Tetapi, dia adalah anak satu-satu yang dihasilkan Leo dengan kekasihnya, namun ia ditinggal oleh kekasihnya dan meninggalkan anak itu bersama Leo.

Merasa iba, Digi hanya memeluk dan mengusap air mata yang menetes di pipi Leo dan mengatakan kalau Digi ingin menikah dengan Leo, betapa bahagianya Leo mendengar itu.

Semakin melunjak, semakin hari Leo semakin tidak peduli dengan Digi yang berada di rumahnya. Ia lebih sering pergi keluar dan tidak pernah pulang, dan terkadang ia mengajak gadis lain tidur di rumahnya.

Merasa sangat hina, Digi terdiam di kamar mandi dan menyakiti dirinya sendiri dengan cara menyayat kedua tangannya dengan pisau dapur, kemudian merendam kedua tangannya di dalam bak berisi air penuh, dan menikmati sakitnya darah yang keluar. Dengan tubuh berlumuran darah, Digi keluar dari kamar mandi dan membuka kamar Leo yang ternyata ia sedang melakukan s*x dengan wanita lain. Digi hanya menatap kosong wajah Leo, dan berjalan keluar rumah.

Tidak peduli sedang hujan, Digi tetap berjalan tanpa arah dengan tubuh yang berlumuran darah.

Ditengah derasnya hujan, Digi berdiam diri di pinggir jalan. Sampai seorang siswa SMA terhenti di depannya. Merasa kasihan dengan keadaan Digi, “Namamu siapa?” Digi tak menjawab.

-end-

I WILL NEVER COME BACK


Leo, pemuda bertubuh kurus dengan tinggi badan 180cm berjalan di tengah kerumunan orang. Ia terlihat bosan dengan kehidupannya, sampai ia melihat seorang gadis dengan rambut sepundak dan terlihat acak-acakan. Gadis tersebut terlihat sedang asik meminum segelas jus di tangannya, dan tak lama gadis itu-pun menoleh kearahnya. Sontak, Leo salah tingkah tetapi gadis itu justru tersenyum ramah padanya.

“Namamu siapa?” tanya Leo, “Uhm, Digi” Digi menjawab dengan wajah polosnya. “Oh, okay Digi” Leo semakin salah tingkah, tidak tau harus bersikap seperti apa.

Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja oleh keduanya, Leo menjadi semakin sering bertemu dengan Digi. Leo tidak begitu tau dari mana Digi berasal, mereka hanya bertemu disuatu tempat, Leo-lah yang lebih sering mengajaknya, karena ia memiliki banyak waktu luang dan sering mengajak Digi menonton sebuah film.

Sampai suatu saat, Leo mengutarakan perasaannya kalau ia menyayanginya. Tetapi, ia tidak bisa menyayangi Digi sepenuhnya karena suatu hal. Digi memahaminya, dan memberikan satu gelang yang ia pakai dan buatannya sendiri kepada Leo. “Ah, terima kasih” Leo mengusap kepalanya. Digi seorang gadis yang sangat ceria, dan tak pernah memikirkan dirinya sendiri.

Dan semakin hari, Digi terlihat lebih sibuk dan tak punya banyak waktu untuk Leo. Leo yang sedikit tempramen, merasa kesal karena dinomor dua-kan. Digi yang baik-baik saja, sampai bingung apa yang terjadi dengan Leo seorang pemuda yang ramah dan manis itu?

“Aku mau kita bertemu di mall xx dan aku minta kau membuatkanku dua buah gelang dengan warna hitam dan merah”, Digi yang tidak ingin Leo marah padanya, menyanggupi semua keinginan Leo.

Sampai pada saat Leo bertemu dengannya. Leo diam seribu bahasa, ia hanya berjalan di depan Digi. Namun, tiba-tiba saja Digi tersenyum kecil melihat gelang yang ia pernah berikan sebelumnya tetap dipakai oleh Leo. “Uhm, ini” Digi memberikan dua buah gelang, terbuat dari tali koor berwarna merah dan hitam. Leo mulai tersenyum melihat pemberian Digi, dan mengusap kepalanya. “Terima kasih”, “Uhm” Digi tersenyum lembut. ‘Kruuu~k’ “K-kau lapar?” tanya Leo, sontak wajah Digi memerah karena malu “I-iya, seharian ini aku belum makan karena membuatkanmu gelang dan langsung buru-buru kesini”, “Tch!” Leo segera menarik tangan Digi dan berjalan lebih cepat.

“Kau pilih mau makan dimana?” Leo mengajaknya ke sebuah foodcourt, “Uhm, aku tidak tau aku ikut denganmu saja” Digi kebingungan, “Cepat pilih, atau aku akan marah lagi denganmu!”, “U-uhm.. Aku mau makan teriyaki” akhirnya Digi memilih, “Baiklah” Leo menggenggam erat tangan Digi seolah-olah tidak mau ia pergi kemanapun. Setelah memesan makanan, Leo mengajaknya duduk di tempat yang paling strategis di restaurant tersebut. “Makan yang banyak yah” Leo mengusap kepala Digi, dan mengambil handphone milik Digi. Leo membukanya, dan melihat isi  di dalamnya sampai ia bertindak sopan dan mengecek isi e-mailnya dan ia menemukan kata ‘sayang’ dari orang lain. Tanpa alasan cukup jelas, Leo kembali kesal dan tiba-tiba saja berubah menjadi dingin.

Digi masih belum sadar dengan hal itu, sampai saat Leo mengajaknya ke suatu tempat yang cukup sepi, ia diam seribu bahasa dan tiba-tiba saja ia memegang pipi Digi, mendekatkan wajahnya dan berniat untuk mencium bibirnya. Tetapi, Leo terdiam dan mendorong tubuh Digi. Digi tercengang, kemudian Leo melepas semua gelang pemberian Digi begitu saja dan mengembalikannya tanpa sepatah kata.

“K-kenapa?” raut wajah Digi berubah sedih dan ingin menangis. “Ternyata, yang bilang sayang padamu bukan Cuma aku ya?” Digi tidak mengerti apa yang dibicarakannya, kemudian Leo pergi begitu saja meninggalkan Digi yang sedang menangis begitu saja.

Keesokannya, dengan seenaknya Leo yang sudah meninggalkan Digi begitu saja, menyuruh Digi untuk datang ke rumahnya. Bodoh, Digi justru menurut dan menyanggupinya. “Ojamashimasu”, Digi mengetuk pintu rumah Leo. “Masuk saja, tidak dikunci” Leo berteriak dari lantai dua rumahnya sambil bermain bass listrik miliknya. “U-uhm”, Digi masuk dan berdiam diri. “Duduk, santai saja” Leo berusaha membuatnya nyaman, Digi melihat sekeliling dinding rumahnya yang dipenuhi banyak foto anak bayi laki-laki yang begitu imut. “Itu, adikku” celetuk Leo, “Aku haus” Ucap Digi. “Oh! Sebentar” Leo segera mengambil segelas minuman di dapur.

“Ini, minumlah” Leo menyuruhnya untuk menghabiskan minuman buatannya. Leo mengajaknya untuk berbincang sebentar,  tak tau apa yang diberikan oleh Leo, Digi merasa kepalanya mulai pusing kedua matanya-pun tidak bisa fokus pada suatu titik. “Kau mengantuk? Baringkan kepalamu sini” Leo mengelus kepala Digi. Sesaat setelahnya, Digi kehilangan kesadarannya.

Dan disaat beberapa jam ia terbangun, Digi tercengang karena ia tidak berbusana dan terdapat bercak darah pada selimut yang menutupi tubuhnya. Organ intimnya-pun terasa sangat sakit sampai ia tidak sanggup untuk berdiri. Pandangan wajah Digi yang biasanya sangat ceria, kini musnah sudah dan berganti menjadi pandangan kosong yang tak tentu arah.

Leo hanya bisa memeluk dan menenangkan Digi, yang menjadi depresi karena ulahnya.

Semenjak kejadian itu, Leo membiarkan Digi tetap berada di rumahnya. Awal-awal tahun tinggal bersama Leo, Digi terlihat nyaman dan tak ingin pergi, tetapi setelah beberapa tahun kemudian bukanlah kenyamanan ataupun keamanan yang ia dapatkan dari Leo, tapi hanya penyesalan.

Leo menceritakan kalau sebenarnya foto bayi laki-laki yang ditempel di dinding, bukanlah adiknya. Tetapi, dia adalah anak satu-satu yang dihasilkan Leo dengan kekasihnya, namun ia ditinggal oleh kekasihnya dan meninggalkan anak itu bersama Leo.

Merasa iba, Digi hanya memeluk dan mengusap air mata yang menetes di pipi Leo dan mengatakan kalau Digi ingin menikah dengan Leo, betapa bahagianya Leo mendengar itu.

Semakin melunjak, semakin hari Leo semakin tidak peduli dengan Digi yang berada di rumahnya. Ia lebih sering pergi keluar dan tidak pernah pulang, dan terkadang ia mengajak gadis lain tidur di rumahnya.

Merasa sangat hina, Digi terdiam di kamar mandi dan menyakiti dirinya sendiri dengan cara menyayat kedua tangannya dengan pisau dapur, kemudian merendam kedua tangannya di dalam bak berisi air penuh, dan menikmati sakitnya darah yang keluar. Dengan tubuh berlumuran darah, Digi keluar dari kamar mandi dan membuka kamar Leo yang ternyata ia sedang melakukan s*x dengan wanita lain. Digi hanya menatap kosong wajah Leo, dan berjalan keluar rumah.

Tidak peduli sedang hujan, Digi tetap berjalan tanpa arah dengan tubuh yang berlumuran darah.

Ditengah derasnya hujan, Digi berdiam diri di pinggir jalan. Sampai seorang siswa SMA terhenti di depannya. Merasa kasihan dengan keadaan Digi, “Namamu siapa?” Digi tak menjawab.

-end-

I WILL NEVER COME BACK


Leo, pemuda bertubuh kurus dengan tinggi badan 180cm berjalan di tengah kerumunan orang. Ia terlihat bosan dengan kehidupannya, sampai ia melihat seorang gadis dengan rambut sepundak dan terlihat acak-acakan. Gadis tersebut terlihat sedang asik meminum segelas jus di tangannya, dan tak lama gadis itu-pun menoleh kearahnya. Sontak, Leo salah tingkah tetapi gadis itu justru tersenyum ramah padanya.

“Namamu siapa?” tanya Leo, “Uhm, Digi” Digi menjawab dengan wajah polosnya. “Oh, okay Digi” Leo semakin salah tingkah, tidak tau harus bersikap seperti apa.

Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja oleh keduanya, Leo menjadi semakin sering bertemu dengan Digi. Leo tidak begitu tau dari mana Digi berasal, mereka hanya bertemu disuatu tempat, Leo-lah yang lebih sering mengajaknya, karena ia memiliki banyak waktu luang dan sering mengajak Digi menonton sebuah film.

Sampai suatu saat, Leo mengutarakan perasaannya kalau ia menyayanginya. Tetapi, ia tidak bisa menyayangi Digi sepenuhnya karena suatu hal. Digi memahaminya, dan memberikan satu gelang yang ia pakai dan buatannya sendiri kepada Leo. “Ah, terima kasih” Leo mengusap kepalanya. Digi seorang gadis yang sangat ceria, dan tak pernah memikirkan dirinya sendiri.

Dan semakin hari, Digi terlihat lebih sibuk dan tak punya banyak waktu untuk Leo. Leo yang sedikit tempramen, merasa kesal karena dinomor dua-kan. Digi yang baik-baik saja, sampai bingung apa yang terjadi dengan Leo seorang pemuda yang ramah dan manis itu?

“Aku mau kita bertemu di mall xx dan aku minta kau membuatkanku dua buah gelang dengan warna hitam dan merah”, Digi yang tidak ingin Leo marah padanya, menyanggupi semua keinginan Leo.

Sampai pada saat Leo bertemu dengannya. Leo diam seribu bahasa, ia hanya berjalan di depan Digi. Namun, tiba-tiba saja Digi tersenyum kecil melihat gelang yang ia pernah berikan sebelumnya tetap dipakai oleh Leo. “Uhm, ini” Digi memberikan dua buah gelang, terbuat dari tali koor berwarna merah dan hitam. Leo mulai tersenyum melihat pemberian Digi, dan mengusap kepalanya. “Terima kasih”, “Uhm” Digi tersenyum lembut. ‘Kruuu~k’ “K-kau lapar?” tanya Leo, sontak wajah Digi memerah karena malu “I-iya, seharian ini aku belum makan karena membuatkanmu gelang dan langsung buru-buru kesini”, “Tch!” Leo segera menarik tangan Digi dan berjalan lebih cepat.

“Kau pilih mau makan dimana?” Leo mengajaknya ke sebuah foodcourt, “Uhm, aku tidak tau aku ikut denganmu saja” Digi kebingungan, “Cepat pilih, atau aku akan marah lagi denganmu!”, “U-uhm.. Aku mau makan teriyaki” akhirnya Digi memilih, “Baiklah” Leo menggenggam erat tangan Digi seolah-olah tidak mau ia pergi kemanapun. Setelah memesan makanan, Leo mengajaknya duduk di tempat yang paling strategis di restaurant tersebut. “Makan yang banyak yah” Leo mengusap kepala Digi, dan mengambil handphone milik Digi. Leo membukanya, dan melihat isi  di dalamnya sampai ia bertindak sopan dan mengecek isi e-mailnya dan ia menemukan kata ‘sayang’ dari orang lain. Tanpa alasan cukup jelas, Leo kembali kesal dan tiba-tiba saja berubah menjadi dingin.

Digi masih belum sadar dengan hal itu, sampai saat Leo mengajaknya ke suatu tempat yang cukup sepi, ia diam seribu bahasa dan tiba-tiba saja ia memegang pipi Digi, mendekatkan wajahnya dan berniat untuk mencium bibirnya. Tetapi, Leo terdiam dan mendorong tubuh Digi. Digi tercengang, kemudian Leo melepas semua gelang pemberian Digi begitu saja dan mengembalikannya tanpa sepatah kata.

“K-kenapa?” raut wajah Digi berubah sedih dan ingin menangis. “Ternyata, yang bilang sayang padamu bukan Cuma aku ya?” Digi tidak mengerti apa yang dibicarakannya, kemudian Leo pergi begitu saja meninggalkan Digi yang sedang menangis begitu saja.

Keesokannya, dengan seenaknya Leo yang sudah meninggalkan Digi begitu saja, menyuruh Digi untuk datang ke rumahnya. Bodoh, Digi justru menurut dan menyanggupinya. “Ojamashimasu”, Digi mengetuk pintu rumah Leo. “Masuk saja, tidak dikunci” Leo berteriak dari lantai dua rumahnya sambil bermain bass listrik miliknya. “U-uhm”, Digi masuk dan berdiam diri. “Duduk, santai saja” Leo berusaha membuatnya nyaman, Digi melihat sekeliling dinding rumahnya yang dipenuhi banyak foto anak bayi laki-laki yang begitu imut. “Itu, adikku” celetuk Leo, “Aku haus” Ucap Digi. “Oh! Sebentar” Leo segera mengambil segelas minuman di dapur.

“Ini, minumlah” Leo menyuruhnya untuk menghabiskan minuman buatannya. Leo mengajaknya untuk berbincang sebentar,  tak tau apa yang diberikan oleh Leo, Digi merasa kepalanya mulai pusing kedua matanya-pun tidak bisa fokus pada suatu titik. “Kau mengantuk? Baringkan kepalamu sini” Leo mengelus kepala Digi. Sesaat setelahnya, Digi kehilangan kesadarannya.

Dan disaat beberapa jam ia terbangun, Digi tercengang karena ia tidak berbusana dan terdapat bercak darah pada selimut yang menutupi tubuhnya. Organ intimnya-pun terasa sangat sakit sampai ia tidak sanggup untuk berdiri. Pandangan wajah Digi yang biasanya sangat ceria, kini musnah sudah dan berganti menjadi pandangan kosong yang tak tentu arah.

Leo hanya bisa memeluk dan menenangkan Digi, yang menjadi depresi karena ulahnya.

Semenjak kejadian itu, Leo membiarkan Digi tetap berada di rumahnya. Awal-awal tahun tinggal bersama Leo, Digi terlihat nyaman dan tak ingin pergi, tetapi setelah beberapa tahun kemudian bukanlah kenyamanan ataupun keamanan yang ia dapatkan dari Leo, tapi hanya penyesalan.

Leo menceritakan kalau sebenarnya foto bayi laki-laki yang ditempel di dinding, bukanlah adiknya. Tetapi, dia adalah anak satu-satu yang dihasilkan Leo dengan kekasihnya, namun ia ditinggal oleh kekasihnya dan meninggalkan anak itu bersama Leo.

Merasa iba, Digi hanya memeluk dan mengusap air mata yang menetes di pipi Leo dan mengatakan kalau Digi ingin menikah dengan Leo, betapa bahagianya Leo mendengar itu.

Semakin melunjak, semakin hari Leo semakin tidak peduli dengan Digi yang berada di rumahnya. Ia lebih sering pergi keluar dan tidak pernah pulang, dan terkadang ia mengajak gadis lain tidur di rumahnya.

Merasa sangat hina, Digi terdiam di kamar mandi dan menyakiti dirinya sendiri dengan cara menyayat kedua tangannya dengan pisau dapur, kemudian merendam kedua tangannya di dalam bak berisi air penuh, dan menikmati sakitnya darah yang keluar. Dengan tubuh berlumuran darah, Digi keluar dari kamar mandi dan membuka kamar Leo yang ternyata ia sedang melakukan s*x dengan wanita lain. Digi hanya menatap kosong wajah Leo, dan berjalan keluar rumah.

Tidak peduli sedang hujan, Digi tetap berjalan tanpa arah dengan tubuh yang berlumuran darah.

Ditengah derasnya hujan, Digi berdiam diri di pinggir jalan. Sampai seorang siswa SMA terhenti di depannya. Merasa kasihan dengan keadaan Digi, “Namamu siapa?” Digi tak menjawab.

-end-

this is shina or this is me ?

this is shina or this is me ?
viel art